siginews-Jakarta – Semua orang punya risiko mengalami saraf terjepit, baik orang dengan gaya hidup aktif maupun orang ‘mageran’ yang aktifnya scrolling di medsos. Kok, bisa? Bisa, karena saraf terjepit tak mengenal usia dan profesi. Dari ibu rumah tangga hingga atlet, bisa mengalami saraf terjepit. Meskipun, ada orang yang memang memiliki risiko lebih tinggi.
Tapi, apa sebenarnya yang terjadi ketika saraf kita terjepit?
“Secara harfiah, saraf terjepit memang berarti saraf yang terjepit di antara ruas-ruas tulang belakang. Saraf terjepit tidak akan terjadi, jika tidak ada perubahan struktur tulang. Artinya, harus terjadi penyempitan dahulu pada ruas tulang belakang,” jelas dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic, Selasa (27/5).
Jika Anda mengalami saraf terjepit, ada 5 fakta penting yang perlu Anda tahu.
Tak terjadi dalam semalam
Saraf terjepit tidak terjadi begitu saja. Menurut dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic, ada dua penyebab utama. Pertama, trauma atau benturan mendadak, seperti jatuh atau kecelakaan, yang langsung mengubah struktur tulang. “Perubahan struktur tulangnya memang benar-benar baru terjadi. Contohnya, kita mengangkat beban berat tapi sebetulnya otot tidak siap atau kita salah posisi,” jelasnya.
Kedua, proses yang berlangsung lama. Cedera ringan saat kecil, seperti jatuh, bisa memicu masalah bertahun-tahun kemudian, terutama jika dipicu oleh aktivitas berat. “Seharusnya pergeseran tulang sudah terjadi beberapa tahun silam akibat jatuh sewaktu kecil, tapi gejalanya baru terpicu ketika kita mengangkat beban berat,” kata dr. Irca.
Dokter Irca juga menjelaskan, postur tubuh yang salah terus-menerus (misal, duduk membungkuk di depan komputer atau main ponsel tengkurap) awalnya hanya memengaruhi otot. Namun, jika dilakukan konsisten selama setahun, hal itu bisa mengubah struktur tulang belakang dan memicu saraf terjepit, apalagi jika ada riwayat benturan. Selain itu, skoliosis atau struktur tulang genetik yang tidak bagus juga menjadi faktor risiko yang sering terabaikan.
Berawal pegal di area lokal
Spektrum gejala saraf terjepit luas, mulai dari pegal, nyeri, kesemutan, hingga mati rasa, namun dirasakan di area yang terkait dengan saraf tulang belakang. Lantas, bagaimana membedakan pegal biasa dengan saraf terjepit?
Menurut dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic, pegal biasa hilang dengan pijatan atau istirahat singkat. Sebaliknya, pegal akibat saraf terjepit cenderung konsisten, bahkan jika hilang sesaat, akan kembali muncul di area yang sama. “Ketika pegalnya secara konsisten dirasakan di pinggang, misalnya, Anda sebaiknya menjalani pemeriksaan penunjang untuk memastikan,” saran dr. Irca.
Ia mengingatkan, banyak orang mengabaikan pegal ini sebagai gejala ringan. Padahal, benturan (lama atau baru) dan usia sangat memengaruhi. Jika usia di atas 45 tahun, benturan sekecil apapun bisa memicu gejala signifikan karena otot melemah. “Nyeri dan kesemutan akan sangat terasa,” pungkas dr. Irca.

Risiko lumpuh lokal
Saraf terjepit hanya bisa terjadi di sepanjang tulang belakang, tempat saraf terpanjang di tubuh berada. Ini karena banyaknya cabang saraf dan celah (bantalan) di antara ruas tulang. Saat benturan terjadi, celah menyempit, bantalan menonjol, dan saraf pun terjepit.
“Jika saraf terjepit terabaikan, tidak mendapatkan pengobatan yang sesuai, atau tidak diterapi dengan benar, saraf akan rusak. Saat kerusakan saraf terus memburuk, hal terburuk yang mungkin terjadi adalah kematian saraf lokal,” peringatan dari dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic.
Sebagai contoh, jika saraf terjepit di lumbar 3 (L3) yang menggerakkan paha, otot paha bisa mengecil dan mati rasa. Ini berbahaya jika ada luka yang tidak terasa. “Di samping itu, ada pula risiko kelumpuhan. Namun, pada kasus saraf terjepit, hanya terjadi kelumpuhan lokal di area yang digerakkan oleh saraf yang terjepit saja,” pungkas dr. Irca.
Regenerasi saraf perlu proses
Saraf terjepit, yang melibatkan perubahan struktur tulang, tidak bisa sembuh secara spontan. Namun, menurut dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic, selalu ada solusi perawatan. Kondisi ringan bisa diatasi dengan stretching atau relaksasi otot.
“Separah apa pun kondisinya, selalu ada solusi treatment. Hanya saja, yang perlu dipahami, treatment itu sering kali memerlukan proses yang panjang,” jelas dr. Irca. Regenerasi saraf yang lambat dan kompleksitas perbaikan struktur tulang menjadi alasannya. Dokter akan fokus pada perbaikan sumber masalah, bukan hanya nyeri.
Ia menekankan pentingnya kesabaran pasien. Banyak yang berhenti terapi setelah nyeri hilang, padahal sumber masalah tulang belum teratasi. “Mengembalikan struktur tulang ke posisi awal tidak bisa instan, kecuali dengan operasi, yang sebenarnya juga tetap menimbulkan rasa nyeri,” pungkasnya.
Kenali kekuatan tubuh sendiri
Bisakah saraf terjepit dicegah? Sangat bisa. Dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic menyarankan langkah pertama adalah mengenali kemampuan tubuh sendiri—mulai dari kekuatan otot, beban yang bisa dibawa, hingga postur saat beraktivitas atau berolahraga.
Ia menjelaskan, otot tulang belakang yang tidak terlatih akan menjadi kaku saat dipaksa mengangkat beban berat, sehingga menekan tulang belakang dan menyebabkan celah menyempit. Ini pemicu saraf terjepit.
Untuk itu, dr. Irca merekomendasikan stretching tulang belakang yang benar untuk meregangkan otot dan mengurangi tekanan. Selain itu, ia sangat menganjurkan screening dini untuk anak remaja dan usia produktif. “Lewat screening, struktur tulang seseorang bisa diketahui,” katanya, yang akan memudahkan dokter dalam menentukan treatment terbaik jika suatu saat muncul keluhan pegal.
(Editor Aro)