siginews-Surabaya – Lebih dari sekadar julukan “Kota Pahlawan”, Surabaya diakui sebagai tempat ditempanya jiwa nasionalisme, bahkan bagi seorang Ir. Soekarno. Prof. Dr. Purnawan Basundoro, Sejarawan sekaligus Dekan FIB UNAIR, menyebut Surabaya sebagai “dapur nasionalisme” yang membentuk karakter Bapak Proklamator Indonesia tersebut.
Soekarno, menurut Prof. Purnawan, mengakui sendiri pengaruh besar Surabaya dalam hidupnya.
Lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901, Soekarno menghabiskan sebagian masa remajanya berpindah-pindah kota. Namun, takdir membawanya kembali ke Kota Pahlawan di usia 15 tahun untuk menempuh pendidikan di Hogere Burgerschool (HBS).
“Meskipun sempat berpindah ke beberapa kota lain di Jawa Timur seperti Jombang, Mojokerto, Tulungagung, dan Sidoarjo, Soekarno kembali ke Surabaya untuk menempuh pendidikan di Hogere Burgerschool (HBS) pada usia 15 tahun,” jelas Prof. Purnawan dalam siaran pers humas Pemkot Surabaya, Sabtu (14/6).
Masa remajanya di Kota Pahlawan adalah periode emas bagi Bung Karno untuk menyerap berbagai pemikiran dari para pejuang kemerdekaan seperti H.O.S. Tjokroaminoto dan Dr. Soetomo.
Menurut Sejarawan Prof. Dr. Purnawan Basundoro, karakter Soekarno sangat dipengaruhi oleh kondisi Surabaya di awal abad ke-20. Sebagai kota industri terbesar di Hindia Belanda, Surabaya memperlihatkan Soekarno langsung pada potret penindasan buruh oleh pemerintah kolonial, yang menumbuhkan kepedulian mendalamnya terhadap rakyat kecil dan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan.
Faktor paling signifikan adalah ketika Bung Karno muda tinggal di rumah H.O.S. Tjokroaminoto di Peneleh. Rumah yang kini menjadi museum itu dulunya adalah sarang para pemikir pergerakan dengan beragam ideologi, dari Semaun hingga Kartosoewirjo.
Di sana, Soekarno diasah setiap malam melalui diskusi langsung dengan Tjokroaminoto dan masyarakat, serta mendapat pelatihan menulis melalui surat kabar Utusan Hindia.
Pengalaman inilah yang menempa Soekarno menjadi sosok pemimpin yang visioner dan peduli.
Selama di Surabaya, Soekarno mengaku telah menulis 500 artikel yang dimuat di berbagai surat kabar. “Lingkungan Surabaya itu benar-benar membawa pengaruh pada pembentukan karakter seorang Soekarno,” ujar dia.
Cerita menarik tentang perjalanan pendidikan Soekarno di Surabaya juga diungkapkan oleh Prof Purnawan. Dikatakannya, Soekarno pernah tidak naik kelas di Europeesche Lagere School (ELS) karena kemampuan bahasa Belandanya yang dinilai kurang. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan semangat Soekarno.
“Karena Ayah Soekarno, Soekemi Sosrodiharjo rela mengurangi usia Soekarno satu tahun agar putranya tidak minder dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk bersaing dengan teman-teman Belandanya,” terangnya.
Untuk diketahui, sebagai komitmen Kota Surabaya untuk merawat ingatan sejarah jejak Bung Karno di Surabaya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meresmikan rumah lahir dan masa kecil Presiden RI pertama Soekarno di Jalan Pandean IV Nomor 40 pada (6/5/2023).
Menurut Wali Kota Eri Cahyadi, Bung Karno dan Surabaya tidak bisa dipisahkan, seperti dua sisi mata uang. Ia ingin sejarah Bung Karno melekat dengan Arek-Arek Surabaya dan karakternya.
“Sejarah Kota Pahlawan tidak bisa dilepaskan dari Bung Karno. Maka dari itu, kami ingin sejarah Bung Karno terus melekat dengan Kota Pahlawan,” kata Wali Kota Eri Cahyadi.
(Editor Aro)