siginews-Jakarta – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menegaskan bahwa proyek penulisan ulang sejarah tetap akan dilanjutkan, meskipun menuai protes dan desakan penundaan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Usai rapat kerja dengan Komisi X DPR RI pada Rabu (2/7), Fadli Zon menyatakan bahwa tujuan proyek ini adalah mengisi kekosongan penulisan sejarah selama 26 tahun terakhir.
“Jadi enggak ada yang aneh-aneh, yang menurut saya, nanti kalau ada di situlah ruang para sejarawan, para intelektual untuk menulis, mengkaji. Dan perspektifnya bisa berbeda-beda, antara sejarawan mungkin dari perguruan tinggi A dengan perguruan tinggi B, bisa beda. Yang kita tulis ini adalah secara umum untuk mengisi kekosongan 26 tahun kita tidak menulis sejarah,” ujar Fadli Zon.
Ia memastikan bahwa proses penulisan sejarah ini akan dilakukan secara transparan dan melibatkan berbagai pihak. “Kita akan melakukan uji publik. Jadi kita akan melakukan uji publik terhadap apa yang ditulis. Ya bulan Juli ini,” kata Fadli Zon.
Fadli Zon juga menambahkan bahwa tidak ada yang disembunyikan dalam proses ini. “Ya pastilah, arkeolog (juga). Semua pemangku kepentingan, lah, sejarah dalam hal ini. Jadi enggak ada yang disembunyikan kok. Semuanya terbuka, transparan,” tegasnya.
Mengenai target waktu yang dinilai singkat, Fadli Zon menyebutnya sebagai upaya untuk efisiensi kerja. “Ya itu target kan. Itu kan target saya ngomong supaya kita kerjanya efisien,” ucapnya.
Protes dari Fraksi PKB: Desakan Penundaan karena Proses Tertutup dan Waktu Mepet
Di sisi lain, proyek ini masih menghadapi penolakan dari parlemen. Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PKB, Habib Syarief, secara terang-terangan mendesak penundaan penulisan sejarah tersebut.
“Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami dari fraksi PKB mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Ya, jelas untuk ditunda. Karena yang pertama terkesan sangat tertutup,” kata Habib Syarief dalam rapat kerja tersebut.
Ia juga menyoroti minimnya sosialisasi awal yang dijanjikan oleh Menteri Kebudayaan. “Pak Menteri ketika itu menyampaikan bahwa dalam waktu yang singkat akan dilakukan sosialisasi awal. Sampai hari ini, kita tidak mendengar (ada sosialisasi),” ujarnya.
Selain itu, Habib Syarief meragukan efektivitas waktu yang disediakan untuk proyek sebesar ini. “Setelah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, 7 bulan itu waktu yang sangat singkat, terlalu singkat untuk penulisan sebuah sejarah yang utuh, apalagi mungkin ada kata-kata resmi,” pungkasnya.
Ia mengkuatirkan akan kualitas dan kelengkapan sejarah yang dihasilkan jika dikerjakan terburu-buru.
(Editing Aro)