siginews-Kuliner Nusantara – Di balik kerenyahan dan manisnya cita rasa, sebuah camilan tradisional yang populer di Jawa Tengah dan Jawa Timur menyimpan nama yang begitu unik, gorengan Rondo Royal.
Ya, sajian ini adalah tape singkong goreng yang dibalut adonan tepung renyah. Namun, tahukah Anda, nama “Rondo Royal” ini bukanlah sekadar sebutan sembarangan, melainkan menyimpan kisah dan filosofi yang menarik dan penuh kearifan lokal.
“Rondo Royal”: Simbol Janda Bangsawan yang Penuh Pesona
Secara harfiah, “Rondo Royal” berasal dari bahasa Jawa. Kata “rondo” berarti janda, sementara “royal” dapat diartikan mewah, bangsawan, atau istimewa.
Jika digabungkan, “Rondo Royal” secara bebas diartikan sebagai “janda yang kaya raya” atau “janda bangsawan”.
Lalu, mengapa tape goreng diberi nama yang begitu menggelitik ini? Para ahli kuliner dan budayawan meyakini bahwa penamaan ini adalah sebuah metafora yang cerdas.
Tape singkong, yang awalnya adalah singkong sederhana, “menjanda” melalui proses fermentasi yang mengubahnya menjadi tape. Kemudian, tape ini “dirias” atau “didandani” (dibalut adonan tepung dan digoreng) hingga bertransformasi menjadi hidangan yang tampak cantik, istimewa, dan begitu menggoda.
Proses transformasi ini diibaratkan seperti seorang janda bangsawan yang tetap memancarkan pesona, kemewahan, dan daya tarik meskipun telah “menjanda”.
Kelezatan yang tak terduga dari bahan dasar yang sederhana inilah yang menjadi daya tarik utama dan membuat camilan ini begitu diminati, persis seperti pesona “rondo royal” yang mampu menarik perhatian banyak orang.
Camilan ini tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menjadi bukti nyata kekayaan kuliner Indonesia yang kaya akan cerita dan filosofi.
Dari Meja Desa hingga Kafe Modern: Popularitas “Rondo Royal” Tak Pernah Padam
Terlepas dari namanya yang unik, tape goreng atau Rondo Royal telah menjadi camilan favorit lintas generasi. Anda bisa menemukannya dengan mudah, mulai dari lapak pedagang di pasar tradisional hingga tersaji apik di kafe-kafe modern sebagai teman minum teh atau kopi.
Popularitasnya tak pernah padam. Di beberapa daerah, adonan pelapisnya bervariasi; ada yang mengandalkan tepung beras murni untuk kerenyahan maksimal, ada pula yang mencampur dengan sedikit terigu agar teksturnya lebih empuk di dalam.
Bahkan, inovasi “Rondo Royal” terus berkembang, seperti penambahan isian cokelat lumer atau parutan keju di dalamnya, yang semakin menambah “kemewahan” dan daya tarik “Sang Rondo Royal” ini.
Sudahkah Anda mencicipi pesona “Rondo Royal”? Atau justru tertarik untuk mencoba membuatnyasendiri di rumah?
(Editor Aro)