siginews-Surabaya – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong menimbulkan sorotan tajam, terutama dari kalangan pemerhati hukum.
Alfian Darmawan, Kepala Bidang Advokasi Hukum Perkumpulan Indonesia Muda Jawa Timur (PIM Jatim), menyebut langkah ini sebagai bentuk koreksi terhadap penegakan hukum di era sebelumnya.
“Pemberian amnesti atau abolisi ini, dari segi positifnya, mengoreksi model pemidanaan di era Jokowi. Di mana hukum seolah hanya tajam kepada mereka yang kritisi dan oposisi, tapi tumpul terhadap para pendukung Jokowi,” ujar Alfian, Minggu (3/8).
Menurutnya, dasar hukum yang digunakan dalam kasus Hasto dan Tom Lembong lemah dari segi logika dan hukum.
Hasto divonis 3,5 tahun dalam kasus suap, sementara Tom Lembong divonis 4,5 tahun dalam kasus impor gula.
Alfian menilai putusan ini terkesan dipaksakan.
Implikasi Hukum Amnesti vs Abolisi
Alfian juga menjelaskan perbedaan mendasar antara amnesti dan abolisi.
Ia menegaskan, amnesti hanya membebaskan terpidana dari hukuman penjara, namun tidak menghapus tuntutan hukumnya.
“Beda dengan abolisi, amnesti hanya membebaskan seseorang dari penjara, tetapi tidak menghapuskan seseorang dari tuntutan hukumnya. Alias, Hasto bisa saja diberikan amnesti, tapi proses banding KPK tidak dengan sendirinya berhenti,” ungkapnya, berdasarkan analisis hukum yang ia sampaikan.
Meskipun demikian, laporan berita menunjukkan bahwa amnesti dan abolisi yang diberikan Presiden Prabowo telah menghentikan seluruh proses hukum, termasuk proses banding yang direncanakan oleh Kejaksaan dan KPK.
Hal ini didasarkan pada persetujuan dari DPR yang menjadi syarat konstitusional.
Alfian menambahkan, ia berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat kembali pada jalurnya sebagai lembaga penegak hukum yang independen, bebas dari “pesanan” politik. “Pemberian abolisi dan amnesti ini adalah kritik atas kinerja KPK,” pungkasnya.
(Editor Aro)