Surabaya – Kota-kota yang berada di dataran rendah menghadapi tantangan unik dalam penanganan banjir. Posisi geografis yang lebih rendah dari permukaan laut atau daerah sekitarnya membuat kota-kota ini rentan terhadap genangan air, terutama saat curah hujan tinggi atau limpasan air dari wilayah hulu.
Kota Surabaya sebagai dataran paling rendah, dan sering terjadi banjir. Guna memprioritaskan penanganan banjir di Surabaya, Pemkot bekerjasama dengan Belanda untuk pemanfaatan teknologi pencegahan banjir karena memiliki kemiripan geografi.
Hal tersebut menjadi bahasan dalam pertemuan antara Wali Kota Eri Cahyadi dan Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Marc Gerritsen, di Balai Kota Surabaya pada Kamis (16/1/2025).
Persoalan limpasan air dari daerah lain seperti Kediri, Jombang, dan Mojokerto menjadi salah satu pertimbangan utama. Pasalnya, letak Surabaya yang dekat muara, ditambah kondisi serupa dengan Belanda di mana permukaan laut lebih tinggi dari daratan, membuat kota ini rentan banjir. Untuk itu, Kota Pahlawan menjajaki kerja sama pengelolaan air.
Meskipun Surabaya telah berupaya membagi aliran sungai ke beberapa muara, kapasitas tampungnya masih menjadi persoalan. Akibatnya, luapan air tetap menggenangi permukiman warga.
“Bagaimana pengelolaannya? Karena di sini juga ada banyak riol-riol Belanda,” kata Cak Eri usai pertemuan.
Kota Surabaya sebagai hilir, daratannya paling rendah, dan pasti air berkumpul. Belanda seperti itu, dan bisa menangani banjir. “Posisi Surabaya adalah hilir. Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Salah satunya pemanfaatan Sungai Kalimas. Saya ingin belajar dari Belanda, ketika daratan lebih rendah tetapi bisa mengatasi banjir,” kata Eri.
Guna memperdalam pemahaman tentang teknologi dan strategi pengelolaan air, Wali Kota Eri akan mengirimkan akademisi Surabaya untuk berdiskusi dengan para ahli di Belanda. Diharapkan, kolaborasi ini dapat menghasilkan solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan banjir di Surabaya.
“Kami akan membawa akademisi dari Surabaya untuk berdiskusi dengan para ahli di sana. Sehingga, hasil diskusi itu bisa diterapkan di Surabaya agar anggaran (proyek bernilai) triliunan ini bisa bermanfaat,” jelasnya.
Kerja sama dengan Belanda ini membuka peluang untuk memperluas jaringan sister city Surabaya, yang sebelumnya telah terjalin dengan beberapa kota di dunia, melalui nota kesepahaman.
“Saya berharap ada Sister City dengan salah satu kota di Belanda. Sebab, Surabaya dan Belanda tidak jauh berbeda, kondisi alam, hingga saluran,” pungkas Wali Kota Eri. (Aro)