Jakarta – Ketidaksinkronan dalam membuat kebijakan didalam pemerintahan memicu polemik dan sejumlah pertanyaan, salahsatunya impor beras. Dalam hal swasembada pangan dan energi, Presiden Prabowo mengatakan tidak akan mengimpor kebutuhan pokok beras, jagung dan garam di tahun 2025. Hal tersebut disampaikan dalam rapat Sidang Kabinet Merah Putih, pada Rabu, 22 Januari 2025, di Ruang Sidang Kabinet, Istana Kepresidenan Jakarta,
Namun sebaliknya Kepala Bapanas Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan stok beras awal 2025 cukup berkat realisasi impor 3,6 juta ton tahun ini dan membantah anggapan bahwa pemerintah akan menghentikan sepenuhnya impor beras pada tahun depan dengan alasan stok yang telah mencukupi.
Presiden Prabowo mengatakan target swasembada pangan bahkan diperkirakan tercapai lebih cepat, antara akhir 2025 hingga awal 2026.
“Jadi mungkin tiga tahun lebih cepat dari sasaran yang kita tetapkan. Artinya bahwa dengan niat baik, dengan kerja keras, dengan orientasi kepada negara dan bangsa, kebijakan yang masuk akal akan membuahkan hasil yang cepat,” ujar Presiden.
Sementara dalam pemberitaan di akhir tahun 2024, Kepala Bapanas Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, stok beras awal 2025 cukup berkat realisasi impor 3,6 juta ton tahun ini. Dengan impor itu, pemerintah kini memiliki cadangan pangan 2 juta ton.
“Kami bisa mengatakan tidak impor karena ending balance di 2024 transfer ke 2025 itu cukup,” ujar Arief saat dihubungi media, Sabtu, 28 Desember 2024.
Swasembada beras secara teknis tercapai tahun ini (produksi 30,34 juta ton, kebutuhan 30,91 juta ton, memenuhi kriteria FAO 90 persen). Namun, menurut Arief, impor 3,6 juta ton tetap diperlukan sebagai cadangan karena produksi turun dari 31,10 juta ton (2023) menjadi 30,34 juta ton (2024), berdasarkan data BPS.
“Kita harus bicara bahwa produksi turun. Kalau sekarang stok beras 2 juta ton aman, itu ya karena impor. Kita harus ngomong. Bukan, maaf ya, bukan karena kita produksinya berlimpah,” ujar eks Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) ini.
Kendati mengakui ketersediaan stok beras pada awal tahun mendatang terjamin berkat kebijakan impor yang telah dilakukan tahun ini, Arief membantah anggapan bahwa pemerintah akan menghentikan sepenuhnya impor beras pada tahun depan dengan alasan stok yang telah mencukupi.
Disisi lain Arif menambahkan bahwa pemerintah akan berupaya meningkatkan produksi beras hingga mencapai 32,29 juta ton sebagai langkah antisipasi agar tidak perlu melakukan impor.
Upaya peningkatan produksi dalam negeri pada tahun 2025 akan difokuskan pada optimalisasi lahan sawah seluas 350 ribu hektare dan pembukaan lahan sawah baru seluas 750 ribu hektare di beberapa wilayah, antara lain Papua Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan.
Arief mengakui cetak sawah akan lambat dan butuh waktu sekitar 8 kali tanam. Ketika sawah tercetak, di sana masih banyak pirit dan racun. Ia menambahkan, pemerintah juga masih harus membangun saluran irigasi. “Semua masih dibabat hutan. Ya susah, tapi itu harus dimulai,” pungkasnya.
(Aro)