Jakarta – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) telah menyampaikan kekhawatiran mereka terkait potensi dampak kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) terhadap perekonomian Indonesia. Kekhawatiran ini terutama disebabkan oleh kebijakan AS yang dapat memicu ketidakpastian ekonomi global.
Salah satu perhatian utama adalah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) terkait suku bunga. Peningkatan suku bunga acuan oleh The Fed dapat memperkuat nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah. Hal ini dapat menyebabkan tekanan pada nilai tukar rupiah dan berpotensi meningkatkan inflasi di Indonesia.
Dalam kunjungannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 6 Februari 2025, DEN melaporkan hasil analisis dan rekomendasi terkait dampak kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Indonesia.
Septian Hario Seto, anggota DEN mengungkapkan bahwa pertemuan ini difokuskan pada antisipasi dan langkah strategis Indonesia dalam menghadapi potensi perubahan kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Kebijakan tarif dan imigrasi AS menjadi perhatian utama karena dapat berdampak signifikan pada kondisi ekonomi global dan Indonesia.
“Bagaimana dampak atau potensi dampak yang akan terjadi kepada Indonesia dari segi kebijakan Trump terutama terkait dengan tarif, terkait dengan imigrasi, bagaimana dampaknya terhadap ekonomi kita, apa dampak positif dan negatifnya,” ujar Seto dalam keterangannya kepada awak media usai pertemuan.
Sementara, Muhammad Chatib Basri, anggota DEN, menyoroti ketidakpastian kebijakan ekonomi Amerika Serikat, terutama karena belum lengkapnya susunan kabinet pemerintahan Trump. Ia menekankan bahwa kebijakan deportasi pekerja ilegal di AS merupakan risiko utama yang harus diantisipasi Indonesia, karena dapat memicu inflasi dan kenaikan suku bunga.
“Kalau inflasi di Amerika akan naik, maka The Fed itu mungkin tidak mudah untuk menurunkan bunga bahkan mungkin akan meningkatkan bunga sehingga risiko pertama yang harus dihadapi Indonesia adalah mungkin interest rate-nya di Amerika masih akan relatif tinggi. Yang kemudian yang kedua adalah strong dollar. Ini tentu akan berpengaruh di dalam kondisi seperti ini,” jelas Chatib Basri.
Selain itu, kebijakan perdagangan AS yang proteksionis juga menjadi perhatian. Kebijakan ini dapat mengganggu rantai pasokan global dan mempengaruhi ekspor Indonesia. Pembatasan impor oleh AS juga dapat mengurangi permintaan terhadap produk ekspor Indonesia. (Aro)