‘Ratusan ribu orang dewasa dan anak-anak dengan masalah pernapasan yang mengancam nyawa sangat membutuhkan oksigen medis dan perlengkapan penunjang senilai USD 20 juta akibat penutupan USAID oleh Trump’
Jakarta – Penutupan program bantuan dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID-United States Agency For International Development) telah menyebabkan terhentinya distribusi alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan untuk penyakit Tuberkulosis (TBC) dan HIV di berbagai daerah di Indonesia.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan tenaga medis dan masyarakat yang bergantung pada bantuan tersebut.
Penghentian bantuan ini berdampak signifikan pada ketersediaan alkes dan obat-obatan yang penting untuk penanganan TBC dan HIV. Banyak fasilitas kesehatan yang sebelumnya menerima pasokan dari USAID kini mengalami kekurangan. Akibatnya, pasien yang membutuhkan pengobatan menjadi kesulitan mengakses layanan kesehatan yang memadai.
Jerry Amoah-Larbi, koordinator Jaringan Suara TB Nasional Ghana Afrika Barat mengatakan, kondisi ini cukup sulit mencarikan jalan keluarnya. “Ini menjadi sangat sulit,” katanya, ia bekerja untuk meningkatkan akses ke pencegahan dan perawatan tuberkulosis D.
Ia menambahkan, Kekurangan tes dan perawatan diperkirakan akan segera melanda klinik-klinik, terutama yang berada di daerah pedesaan terpencil, demikian disampaikan olehnya dan rekan-rekannya. “Pada akhir bulan ini, kita akan mengalami kekurangan perawatan untuk TB,” tambahnya.
Ratusan ribu orang dewasa dan anak-anak dengan masalah pernapasan yang mengancam nyawa sangat membutuhkan oksigen medis dan perlengkapan penunjang senilai USD 20 juta.
Namun, penghentian sementara bantuan asing yang diberlakukan sejak 20 Januari, dan seharusnya berlangsung selama 90 hari, telah menyebabkan bantuan ini terhenti di tengah jalan.
Meskipun Departemen Luar Negeri AS telah memberikan izin untuk beberapa pekerjaan ‘penyelamatan nyawa’, banyak mitra dan kontraktor yang masih belum dapat berbuat banyak. Seorang kontraktor USAID bahkan mengungkapkan kepada Reuters bahwa bantuan ini terpaksa terhenti di beberapa titik rantai pasokan.
Gugatan hukum yang diajukan oleh Chemonics, kontraktor USAID, mengungkapkan adanya masalah dalam penyaluran bantuan medis senilai 240 juta dolar AS. Bantuan tersebut diduga hilang dalam rantai pasokan, termasuk di kapal, pelabuhan, dan rumah sakit. Akibatnya, pasokan oksigen dan obat-obatan terganggu.
Gugatan tersebut tidak merinci jenis produk apa saja yang termasuk dalam nilai tersebut.
Obat-obatan yang memerlukan suhu penyimpanan tertentu, seperti vaksin, obat HIV, dan reagen, biasanya diangkut melalui udara. Sementara itu, APD, jarum suntik, dan kelambu nyamuk sering diangkut melalui kapal. (Aro)