Jakarta – Setelah sekian lama akhirnya Undang-undang Minerba disahkan, namun menuai pro dan kontra.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi undang-undang pada hari Selasa, 18 Februari 2025.
Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI setelah melalui pembahasan yang cukup panjang dan kontroversial.
Diawali penyampaian laporan Ahmad Doli Kurnia pimpinan Baleg DPR RI soal pembahasan tingkat 1 RUU Minerba, kemudian Wakil Ketua DPRDi, Adies Kadir memimpin jalannya Rapat Paripurna menanyakan kepada seluruh anggota dewan yang hadir untuk persetujuan RUU Minerba disahkan menjadi UU.
“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Adies dan langsung disambut dengan kata setuju oleh seluruh anggota dewan, Selasa (18/2/2025).
UU Minerba yang baru ini menuai berbagai reaksi dari berbagai pihak. Pemerintah dan DPR berpendapat bahwa UU ini akan memberikan kepastian hukum bagi investor, meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan, serta mendorong hilirisasi industri pertambangan.
Namun, di sisi lain, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan aktivis lingkungan mengkritik UU ini karena dianggap lebih berpihak kepada pengusaha tambang dan mengabaikan isu-isu lingkungan serta hak-hak masyarakat lokal.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, sejak 2018 hingga kini, di tengah tanah “dihancurkan” oleh sektor pertambangan legal dan ilegal, akan menjadi ancaman lebih berat.
“Investasi terbatas dan luasannya kecil, namun dikhawatirkan daya rusaknya akan lebih hebat. Karena akan semakin masif pengusaha yang bakal mengajukan izin. Meski dalam UU itu juga ada kewajiban reklamasi,” ungkap Dinamisator Jatam Kaltim Mareta Sari.
Hal senada, juga direspon oleh Koordinator JATAM. “UU ini jelas akan memberikan karpet merah bagi perusahaan-perusahaan tambang besar, sementara masyarakat dan lingkungan akan dirugikan,” kata Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky.
Beberapa poin penting yang diatur dalam UU Minerba yang baru ini antara lain:
1. Perizinan Pertambangan: UU ini menyederhanakan proses perizinan pertambangan, dari sebelumnya melalui banyak tahapan menjadi hanya satu izin.
2. Hilirisasi Industri Pertambangan: UU ini mendorong perusahaan tambang untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri.
3. Kewajiban Perusahaan Tambang: UU ini mengatur kewajiban perusahaan tambang untuk membayar royalti dan pajak, serta melakukan reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang.
4. Sanksi: UU ini mengatur sanksi yang lebih tegas bagi perusahaan tambang yang melanggar ketentuan.
Beberapa ketentuan kontroversial dalam revisi UU tersebut adalah pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan dan perguruan tinggi. Meski demikian, pemerintah dan DPR akhirnya sepakat untuk membatalkan wacana kampus mengelola tambang.(Aro)