Jakarta – Temuan adanya ketidaksesuaian takaran pada produk Minyakita kemasan 1 liter yang isinya hanya 800 mililiter, membuat masyarakat resah dan hilang kepercayaan, terutama di tengah upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan minyak goreng.
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengungkapkan adanya dua kesalahan besar yang dilakukan oleh penyalur minyakita, yaitu pelanggaran terhadap harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan dan pengurangan takaran. Mengingat minyakita merupakan produk yang disubsidi oleh negara, pelanggaran ini dinilai sangat serius.
“Jadi ada dua kesalahan besar yang dilakukan oleh penyalur minyak kita ini yang sudah ditentukan harga eceran tertinggi dan harga tersebut juga disubsidi oleh negara terkait minyakita,” ujar Herman saat dihadapan awak media di Gedung Kantor DPR RI, Jakarta (12/3/2025).
Herman menjelaskan, telah berkomunikasi dengan Menteri Perdagangan dan mendesak agar tindakan tegas segera diambil. Tindakan tersebut meliputi pencabutan kerja sama penyaluran minyakita dan gugatan hukum terhadap perusahaan yang melanggar.
“Saya sudah komunikasi dengan Menteri perdagangan, saya meminta pak menteri agar memberikan tindakan yang tegas selain mencabut terhadap kerja sama penyaluran minyakita,” tegasnya.
Selain itu, ia juga membuka kemungkinan bagi masyarakat untuk melakukan gugatan hukum secara bersama-sama (class action). “Rakyat nanti bisa melakukan ‘class action’ kepada perusahaan tersebut, yang terpenting bahwa ini adalah sudah masuk dalam Rana hukum,” tambahnya.
Pelanggaran yang dilakukan oleh penyalur minyakita tidak hanya terjadi di satu tempat. Menurut informasi yang diterima, pelanggaran serupa juga terjadi di Depok dan Karawang. Oleh karena itu, anggota Komisi VI DPR RI mendesak agar seluruh aparatur yang berwenang segera bertindak untuk menutup pabrik, mencabut pola kerja sama, dan memberikan sanksi.
“Oleh karenanya ya harus dijalankan semestinya sesuai dengan HET dan sesuai dengan takaran yang memang ini harus sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Atas pelanggaran ini menurut saya selain segera harus dicabut karena bukan hanya satu ini kan perusahaan di Depok kemudian ada juga katanya di Karawang gitu ya,” jelasnya.
Selain sanksi administratif, Herman juga meminta agar kasus ini dilaporkan kepada aparat penegak hukum sebagai bukti pemalsuan. Ia menilai bahwa bukti-bukti yang ada sudah cukup kuat untuk menjerat pelaku pelanggaran.
“Pak menteri saya kira sudah sangat memahami situasinya dan segera seluruh aparatur yang tentu punya kewenangan untuk menindaklanjuti ini segera agar menutup pabrik mencabut pola kerja sama dan kemudian memberikan sanksi. Ya selain sanksi administratif juga ini harus dilaporkan ke aparat penegak hukum sebagai salah satu bukti pemalsuan kan buktinya sudah cukup,” pungkasnya. (Aro)