KPAI Desak Pemerintah: Lindungi Anak-Anak Jakarta Utara dari Dampak Pabrik RDF Rorotan
Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turun langsung ke lapangan pada 25 Maret, jam 10 pagi, untuk mengecek kabar soal 12 anak yang diduga kena ISPA akibat pabrik pengolahan sampah jadi bahan bakar (RDF) di Rorotan, Jakarta Utara. Mereka didampingi Pak Wahyu Andre, Ketua RT 18/RW 14 Perumahan Jakarta Garden City (JGC).
Saat sidak, bau menyengat masih tercium di sekitar pabrik RDF, sampai-sampai anggota KPAI harus pakai masker. Wakil Ketua KPAI bilang, mereka sudah mengunjungi dua lokasi yang kena dampak, yaitu Komplek JGC di kluster Shinano, Cakung, Jakarta Timur, dan Kampung Karang Tengah, Cilincing, Jakarta Utara.
Warga lapor ke KPAI, anak-anak di sana pada batuk, pilek, mata perih, dan demam yang lama sembuhnya.
Pasangan suami istri berinisal A dan S membawa anak 2 tahun, memperlihatkan kondisi anak dan hasil rekam medis Rumah Sakit. Hasil laboratorium rumah sakit menyatakan anaknya mengalami pneumonia yang di sertai panas.
“Anak kami yang masih kecil, baru berusia dua tahun, harus berjuang melawan pneumonia. Kami sangat khawatir dengan kondisinya, apalagi disertai demam tinggi,” ujar A dan S, pasangan suami istri.
P, seorang ibu dengan tiga anak, melaporkan bahwa anak-anaknya mengalami ISPA. Ia juga merawat mertuanya yang lansia, yang mengalami gangguan pernapasan akibat bau tak sedap. Upaya menutup rumah untuk menghindari bau justru menyebabkan masalah baru, yaitu iritasi kulit akibat kelembapan.
“Anak-anak saya terus-menerus sakit ISPA. Saya juga harus merawat mertua yang lansia, yang kesulitan bernapas karena bau menyengat ini. Bahkan di dalam rumah pun, bau itu tetap masuk. Kami sudah menutup semua celah, tapi udara lembap malah membuat kulit anak-anak iritasi,” ungkapnya.
Selanjutnya seorang ayah berinisial B, melaporkan bahwa anaknya masih dirawat di rumah sakit dengan keluhan pernapasan. Ia sedang menunggu hasil laboratorium untuk mengetahui kondisi anaknya. Ia menyatakan kekhawatirannya karena banyak anak di daerah tersebut yang mengalami ISPA.
“Anak saya masih dirawat di rumah sakit, kondisinya belum membaik, saya masih menunggu hasil laboratorium. Saya sangat khawatir karena banyak anak lain yang juga mengalami ISPA,” katanya.
Sedangkan Ibu yang memiliki inisial E menyampaikan selama 2 bulan ujicoba RDF, anak anaknya mengalami naik turun gangguan pernafasan, sudah 4 kali bolak balik ke rumah sakit. Ia berharap penghentian ujicoba RDF bisa mengembalikan kondisi anaknya.
“Selama dua bulan uji coba RDF, anak-anak saya bolak-balik ke rumah sakit karena gangguan pernapasan. Sudah empat kali kami ke sana. Saya sangat berharap uji coba ini segera dihentikan,” jelasnya.
Yang terakhir seorang ibu inisial I, dari Kampung Karang Tengah, melaporkan bahwa anaknya masih batuk-batuk. Ia menyatakan kekecewaannya karena setelah diperiksa oleh petugas Puskesmas pada tanggal 25 Maret, ia diminta mengambil obat sendiri di Puskesmas yang jaraknya jauh dari rumah.
“Anak saya masih batuk-batuk sampai sekarang, petugas Puskesmas memang datang memeriksa pada tanggal 25 Maret, tapi saya kecewa karena saya diminta mengambil obat sendiri di Puskesmas, yang jaraknya sangat jauh dari rumah,” katanya.
Menurutnya, sampai sekarang bau itu sekali kali masih ada, karena jarak rumahnya yang hanya 100 meter dari Lokasi. “Bau itu masih sesekali tercium terutama karena rumah saya hanya 100 meter dari lokasi,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa Masjid At Taqwa Rorotan, yang berada di samping rumahnya, juga mengalami masalah serupa. “Selama Ramadan, banyak jamaah yang mengeluhkan bau tersebut.”
Di halaman belakang masjid, kami bertemu dengan empat anak perempuan dan satu anak laki-laki yang sedang bermain. Mereka mengeluhkan bau di sekolah dan rumah. “Tolong, jangan biarkan bau itu datang lagi,” pintanya dengan spontan.
FKDM Rorotan mengirimkan tiga video sebagai bukti. Video pertama menunjukkan anak-anak belajar di sekolah negeri sambil menutup hidung karena tidak nyaman. Video kedua menampilkan seorang siswa kelas 3 dari MI Al Falah yang mengeluhkan bau dan ketidaksukaannya. Video ketiga menampilkan pasangan suami istri yang mengeluhkan bau tak sedap dari pekarangan rumah mereka, yang terjadi setiap sore dan malam hari.
Pertemuan itu meninggalkan keprihatinan mendalam di hati anggota KPAI. Mereka menyaksikan langsung penderitaan warga, terutama bayi, balita, dan anak-anak. Para orang tua, dengan suara bergetar, menceritakan pengalaman pahit mereka sambil menunjukkan bukti rekam medis sebagai penguat.
Seorang dokter yang tinggal di lokasi menggambarkan betapa mengerikannya kondisi tersebut. “Saat kami mencoba menikmati durian di teras, debu-debu langsung menempel pada buah, jelas terlihat abu yang diduga berasal dari pembakaran sampah,” ujarnya.
Ia mendesak agar hasil pengukuran kualitas udara dari alat warga yang menunjukkan indikator oranye dan ungu dibandingkan dengan alat milik RDF. “Kami ingin pihak berwenang benar-benar memahami dampak ISPA yang kami alami,” tegasnya.
Ketua RT dari Karang Tengah, mengungkapkan betapa sulitnya akses layanan kesehatan bagi warganya. “Jika warga kami sakit, bidan dan puskesmas sangat jauh,” katanya.
Lanjutnya, “Akibat bau menyengat ini, anak-anak kehilangan nafsu makan, mata mereka perih, mereka batuk, tenggorokan mereka sakit, dan mereka mual,”
Ia menambahkan bahwa karena mereka adalah warga kampung dengan akses kesehatan terbatas, mereka tidak terbiasa melakukan pemeriksaan lanjutan, tidak seperti anak-anak di kompleks yang langsung dibawa ke rumah sakit.
Dampak kesehatan dari bau menyengat sangat dirasakan oleh para ibu di JGC. Meskipun rumah mereka tertutup rapat, bau tersebut tetap masuk, menimbulkan kekhawatiran akan alergi pada anak-anak.
Sedangkan dampak sosial dari bau pembakaran ini sangat luas, merenggut kebahagiaan dan kesehatan warga. Anak-anak tidak bisa bermain, rumah sakit menjadi tempat yang sering dikunjungi, dan lansia menderita gangguan kesehatan. Akibatnya, semua aktivitas sehari-hari terganggu.
Warga, terutama ibu-ibu, yang sebelumnya tidak pernah demo, kini vokal menuntut hak atas udara bersih. Mereka meminta agar masalah ini dilihat dari sisi kemanusiaan, bukan hanya ekonomi, dan KPAI menyampaikan keluhan mereka ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
KPAI fokus pada kepentingan terbaik anak. Sejak uji coba RDF dihentikan seminggu lalu, kesehatan anak-anak membaik. KPAI berterima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta atas kebijakan ini, meskipun masih ada anak yang dirawat di rumah sakit.
Warga berharap kondisi ini terus kondusif agar anak-anak bisa bermain di luar tanpa gangguan kesehatan. Mereka meminta pemerintah mendukung kondisi ini dan RDF diubah fungsi atau dicarikan solusi permanen.
KPAI melakukan inspeksi langsung ke RDF Rorotan pada 25 Maret dan mengonfirmasi keberadaan bau menyengat serta kekosongan fasilitas. Satpam JGC melaporkan pemulihan aktivitas bermain anak-anak di taman pasca-penghentian operasi pabrik.
KPAI juga menekankan kewajiban pemerintah dalam pemenuhan hak kesehatan anak sesuai peraturan perundang-undangan. Warga meminta akses hotline pengaduan KPAI untuk melaporkan kasus-kasus tambahan.
Jasra Putra, Wakil Ketua KPAI menyediakan kontak pengaduan melalui Hotline 24 Jam Perlindungan Anak, email, situs web, media sosial, dan Hotline 24 Jam SAPA 129.
WhatsApp Pengaduan di nomor 0811-1002-7727; Email: humas@kpai.go.id; Web: www.kpai.go.id ; media sosial KPAI di Facebook: Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Instagram: kpai_official, X/Twitter: kpai_official. Kemudian Hotline 24 Jam SAPA 129 (dengan menekan angka 129)
Penulis: Jasra Putra, Wakil Ketua KPAI (CP. 0821 1219 3515)
(Editor Aro)