Siginews-Tokyo – Kabar buruk bagi pasar minyak terus berlanjut. Pada hari Senin, harga komoditas hitam ini kembali terperosok lebih dari 3%, memperpanjang rentetan kerugian dari minggu sebelumnya.
Awan gelap perang dagang global yang semakin pekat menjadi penyebab utama, membayangi prospek pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak global, terutama setelah China melayangkan “serangan balasan” tarif terhadap Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Pukul 22.27 GMT menjadi saksi bisu penurunan harga minyak mentah Brent ke angka $63,48 per barel (merosot $2,1 atau 3,2%), sementara West Texas Intermediate (WTI) AS juga tak luput dari tekanan, berada di $59,85 per barel (turun $2,14 atau 3,5%).
Sebelumnya, pada hari Jumat, pasar minyak benar-benar dibuat “berdarah-darah” dengan anjloknya kedua indeks acuan sebesar 7%, mencapai level terendah dalam lebih dari tiga tahun.
Langkah China meningkatkan tarif impor barang-barang AS menjadi pemicunya, semakin memperdalam luka perang dagang yang sudah menganga dan memaksa investor untuk bersiap menghadapi kemungkinan resesi yang semakin nyata.
Keputusan China untuk mengenakan tarif tambahan hingga 34% pada produk Amerika, sebagai respons langsung terhadap kebijakan tarif Trump, bagaikan palu godam yang menghantam keyakinan pasar.
Kekhawatiran bahwa perang dagang global bukan lagi sekadar retorika, melainkan kenyataan yang mengancam stabilitas ekonomi global, semakin menguat.
Bahkan, lembaga keuangan terkemuka seperti JPMorgan kini memberikan lampu kuning yang lebih terang. Mereka meningkatkan probabilitas terjadinya resesi ekonomi global pada akhir tahun ini menjadi 60%, sebuah lonjakan yang signifikan dari perkiraan sebelumnya.(Editor Aro)