Oleh : Mawardi Abu Thoriq
Siginews – Kunjungan hangat kakak-kakak kelas dari Pesantren Roudlotul Qur’an Tlogoanyar Lamongan ke gubuk saya pada Ahad (20/4/2025) membawa serta oase ketenangan dan semangat pengabdian.
Di usia senja, yang dalam tradisi pesantren kami dikenal sebagai generasi abu sittin (di atas 60 tahun), mereka tetap teguh berkhidmat untuk dakwah, setia mengemban amanah (alm) Romo Yai Aminuddin Ridlo.
Mereka seolah telah jauh hari menyiapkan bekal abadi, sebuah pelajaran berharga yang mengingatkan kita pada nasihat Rasulullah SAW kepada sahabat Abu Dzar Al-Ghifari:
“Wahai Abu Dzar, perbaharuilah kapalmu karena laut itu dalam; ambillah bekal yang cukup karena perjalanannya jauh; ringankan beban bawaan karena lereng bukit sulit dilalui, dan ikhlaslah beramal karena Allah Maha Teliti.”
Nasihat mendalam ini, senada dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 197, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal,”
Menjadi kompas bagi perjalanan hidup, terutama ketika usia tak lagi muda. Generasi abu sittin adalah mereka yang telah melampaui enam dekade kehidupan, dan dalam pertemuan dengan para senior di Ikatan Keluarga Alumni (IKA) PPRQ, terpancar kearifan yang patut dijadikan teladan bagi kami yang masih berkepala empat.
Para abu sittin ini memancarkan kebijaksanaan yang lahir dari pengalaman panjang. Mereka adalah potret kematangan emosional, kekuatan spiritual yang kokoh, serta keterlibatan sosial yang beragam. Melihat mereka berkumpul, terasa aura positif yang menginspirasi.
Lantas, bagaimana seharusnya kita, yang kelak akan menyusul usia ini, mempersiapkan diri? Belajar dari para abu sittin, memasuki usia senja hendaknya diisi dengan aktivitas yang menjaga keseimbangan fisik dan mental.
Olahraga ringan seperti berjalan kaki menjadi penting untuk memelihara kebugaran dan menjauhkan diri dari risiko penyakit kronis.
Aktif dalam silaturahim yang produktif, bukan sekadar kumpul tanpa makna, juga menjadi kunci. Silaturahim yang berorientasi pada kebaikan, pada pengabdian kepada generasi penerus, akan menjauhkan dari rasa kesepian dan kegalauan.
Generasi abu sittin memiliki potensi besar untuk menjadi agen pendidikan dan pengembangan diri. Mereka dapat membentuk komunitas untuk berbagi ilmu dan pengalaman di berbagai forum, baik formal maupun informal.
Pengabdian tidak mengenal batas usia, selama kesehatan masih menyertai. Melibatkan diri dalam aktivitas berkarya, sesuai minat dan kemampuan, juga memberikan warna tersendiri di usia senja.
Bertani, beternak, berkreasi melalui kerajinan tangan, semua itu menjadi sarana ekspresi diri, meraih ketenangan spiritual, menstabilkan emosi, dan menyalurkan kreativitas.
Namun, amal terbaik bagi generasi abu sittin adalah kontribusi nyata kepada komunitas. Para alumni pesantren yang telah memasuki usia abu khomsin (50 tahun ke atas) dan abu sittin seyogianya aktif dalam kegiatan IKA pesantren, menjadi penggerak dakwah dan kegiatan sosial. Bergabung dengan komunitas thoriqoh juga menjadi ikhtiar menjaga dan memperkuat dimensi spiritual.
Yang tak kalah penting, generasi abu sittin juga perlu waktu untuk refreshing, menikmati hidup dengan jadwal yang lebih longgar dan penuh kebahagiaan.
Tujuannya adalah memperkaya jiwa, mengembangkan potensi yang masih tersisa, dan memberikan dampak positif bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar. Setiap aktivitas di usia senja hendaknya dilandasi kebahagiaan dan kemuliaan.
Pertemuan dengan para abu sittin di IKA PPRQ adalah pengingat yang kuat. Bahwa perjalanan hidup ini adalah sebuah persiapan panjang menuju keabadian.
Bekal terbaik bukanlah harta benda, melainkan ketakwaan yang tercermin dalam setiap amal perbuatan. Semoga kita semua, kelak di usia senja, mampu meneladani para abu sittin ini, tetap produktif, bermanfaat, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Khalik dengan bekal takwa yang utuh.
Penulis : Alumni PPRQ Tlogoanyar Lamongan angkatan 1985 dan saat ini aktif sebagai Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jawa Timur
(Editor Aro)