Siginews-Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut berduka cita atas kepergian Pemimpin Katolik, Paus Fransiskus.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh, menyampaikan belasungkawa sambil mengenang Paus sebagai sosok pemimpin agama yang sangat peduli pada semangat persaudaraan antarumat beragama dan memiliki prinsip yang kuat menentang penjajahan.
“Saya menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya Paus Fransiskus, pemimpin Katolik tertinggi yang dikenal peduli pada semangat persaudaraan dan anti-penjajahan,” ujar Prof Niam.
Prof Niam berharap cita-cita perdamaian yang terus diperjuangkan Paus dapat diwariskan dan dilanjutkan demi persaudaraan seluruh umat manusia.
Ia juga mengagumi komitmen kemanusiaan universal Paus, upayanya menjalin hubungan baik dengan tokoh agama lain seperti Grand Syeikh al-Azhar, serta kehadirannya di Indonesia yang membawa pesan persatuan dan perdamaian dunia.
“Paus Fransiskus dikenal sebagai salah satu tokoh agama yang memiliki komitmen kemanusiaan universal, mencintai sesama manusia, dan memerangi penindasan. Beliau pernah membangun kesepahaman dengan Grans Syeikh al-Azhar dan juga hadir di Indonesia, semuanya mengusung tema perdamaian dan persaudaraan universal,” tegasnya.
Paus Fransiskus dipuji atas komitmennya terhadap perdamaian dan persaudaraan antarumat beragama, terutama melalui Dokumen Persaudaraan Manusia yang ditandatangani bersama Syeikh al-Azhar.
“Paus bersama Syeikh al-Azhar menandatangani Dokumen Persaudaraan Manusia untuk mendorong perdamaian umat Muslim-Kristen Katolik. Dan ini hal yang bersejarah, perlu untuk diterjemahkan secara operasional, dengan semangat kebersamaan, substantif, tidak sekedar seremoni dan artifisial, khususnya bagi umat dan tokoh Islam dan Katolik di Indonesia,” ujar Niam.
Prof. Niam, ahli Fikih, menekankan perlunya implementasi nyata dari dokumen tersebut, khususnya di Indonesia.
Ia juga menyoroti kecaman Paus terhadap tindakan Israel di Palestina, menyerukan kesadaran kolektif anti-penjajahan dan dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina.
“Komitmen anti penjajahan harus menjadi kesadaran kolektif kita, sebagai manusia beradab dan berbudaya. Perjuangab Palestina Merdeka adalah bagian dari tugas sejarah kemanusiaan yang harus terus diikhtiarkan setiap umat manusia beradab,” pungkasnya.
(Editor Aro)