“Selain itu, konteks politik internasional, khususnya prospek masa jabatan kedua Donald Trump di AS, mungkin juga memberikan dimensi strategis dalam pemilihan seorang warga Amerika sebagai paus untuk pertama kalinya,” kata Michael
siginews-Vatican – Dunia dikejutkan dengan terpilihnya Kardinal Robert Prevost dari AS sebagai Paus Leo XIV, namun latar belakangnya sebagai misionaris di Peru selama dua dekade, bukan sekadar kewarganegaraannya, yang mungkin menjadi kunci.
Prevost, yang relatif kurang dikenal, baru menjadi pejabat senior Vatikan dan kardinal pada 2023. Sebelumnya, ia menjabat sebagai uskup di Chiclayo, Peru (2015-2023).
Pengalaman ini, bagi 133 kardinal pemilih yang mencari pengganti Paus Fransiskus (Paus pertama dari Amerika Latin), bisa jadi sangat relevan.
Aktivis Guatemala bahkan menyebut Prevost sebagai “Paus Amerika Latin kedua,” mengingat kewarganegaraan gandanya (AS-Peru).
Meski demikian, berbeda dengan Fransiskus yang terpilih tanpa pengalaman di Vatikan, Prevost telah memiliki jejak di sana.
Terpilihnya Kardinal Robert Prevost sebagai Paus Leo XIV didukung oleh pengalamannya memimpin kantor Vatikan yang berpengaruh dalam penunjukan uskup selama dua tahun terakhir.
Keterlibatannya dalam sinode uskup global tahun 2023 dan 2024 juga memberinya pemahaman mendalam tentang tantangan Gereja.
Kombinasi pengalaman ini memberinya modal awal yang baik sebagai pemimpin 1,4 miliar umat Katolik. Meski detail konklaf dirahasiakan, analis berspekulasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan para kardinal.
Salah satu teori menarik adalah bagaimana Prevost berhasil mengubah persepsi tentang peluang seorang kardinal AS menjadi Paus.
Penulis Amerika yang meliput politik dan peristiwa di Gereja Katolik Roma untuk National Catholic Reporter, Michael Sean Winters, mencatat bahwa sebelum konklaf, para kardinal Amerika sendiri menganggap kewarganegaraan AS sebagai hambatan signifikan.
“Sebelum konklaf, para kardinal Amerika menganggap paspor AS merupakan hal yang tidak dapat ditawar,” katanya.
Ia menambahkan, para kardinal pemilih akhirnya melampaui pertimbangan kewarganegaraan AS Prevost, dengan mengakui nilai pengalamannya yang mendalam di Amerika Latin. “Bukanlah hambatan yang tidak dapat diatasi,” jelasnya.
Michael berpendapat bahwa faktor kunci terpilihnya Prevost adalah kombinasi antara pengenalannya di kalangan kardinal dan komitmennya untuk melanjutkan agenda reformasi Paus Fransiskus, yang ia nilai lebih unggul dibandingkan kandidat lain.
“Yang mereka inginkan adalah seseorang yang dikenal di antara para kardinal lainnya dan juga berkomitmen untuk meneruskan reformasi Fransiskus,” ujar Winters.
(Editor Aro)