siginews-Jakarta – Angin segar bagi jutaan pelajar dan orang tua di Indonesia datang dari Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan yang dibacakan kemarin, MK memutuskan bahwa pendidikan dasar selama 9 tahun, mencakup jenjang SD (6 tahun) dan SMP (3 tahun), wajib digratiskan, baik di lembaga pendidikan negeri maupun swasta.
Keputusan bersejarah ini diambil dalam sidang perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Ketua MK, Suhartoyo, secara resmi mengumumkan putusan tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (27/5). “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ujar Suhartoyo.
Hal ini menandai langkah besar dalam pemerataan akses pendidikan di Tanah Air.
Dalam persidangannya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil langkah tegas dengan menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Putusan ini memiliki implikasi besar yang mana UU Sisdiknas dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, kecuali dimaknai dengan jelas.
Makna yang dimaksud adalah bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Ini menegaskan tanggung jawab penuh negara dalam menyediakan pendidikan.
Dalam pertimbangan putusannya,
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan kembali kewajiban konstitusional negara untuk membiayai pendidikan dasar.
Hal ini selaras dengan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mewajibkan setiap warga negara mengikuti pendidikan dasar dan menugaskan negara untuk membiayainya.
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan, “Tanpa ada pemenuhan kewajiban pemerintah dalam membiayai pendidikan dasar, maka berpotensi menghambat upaya warga negara untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya,” ucapnya.
Guntur juga menyoroti bahwa selama ini pembiayaan wajib belajar cenderung difokuskan pada sekolah negeri. Padahal, secara faktual, banyak anak mengikuti pendidikan dasar di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, seperti sekolah swasta atau madrasah swasta.
“Negara tidak boleh lepas tangan atau mengalihkan tanggung jawab pembiayaan kepada penyelenggara pendidikan swasta,” tegas Guntur.
Mahkamah kemudian menekankan bahwa meskipun Pasal 34 ayat (3) UU Sisdiknas mencantumkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan wajib belajar, tanggung jawab utama tetap berada di tangan negara.
Menurut MK, frasa “tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas harus dimaknai sebagai kewajiban negara untuk membiayai pendidikan dasar tanpa diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta, selama dalam kerangka wajib belajar
“Negara tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya, bahkan dalam konteks pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh swasta,” jelasnya.
(Editor Aro)