siginews-Jombang — Jejak perjuangan perempuan asal Jombang, Elza Nikma Yunita, mantap melangkah ke kancah politik mahasiswa Jawa Timur. Mantan aktivis mahasiswa ini resmi mendaftarkan diri sebagai bakal calon Ketua Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) PMII Jawa Timur.
Elza, yang lahir di Jombang pada 15 Juni 2001, diantar langsung oleh Ketua Umum dan Ketua Kopri PC PMII Jombang saat pendaftaran di Surabaya kemarin.
Baginya, pendidikan adalah garis perjuangan utama perempuan. Setelah lulus S1 dari Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Tebuireng Jombang, ia kini melanjutkan pendidikan magister di UIN Syekh Wasil Kediri.
“Saya ingin membuktikan bahwa menjadi santri tidak membatasi kita untuk berpikir progresif dan melangkah jauh,” kata alumnus Pondok Pesantren As-Sa’idiyyah 2 Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang ini, Rabu (28/5/2025).
Tidak hanya sebagai mahasiswa, Elza memilih tempaan organisasi untuk membentuk karakter. Hasilnya, Elza ditunjuk sebagai Ketua Komisariat PMII Unhasy Tebuireng (2022–2023) dan berlanjut di tingkat cabang sebagai Sekretaris KOPRI PC PMII Jombang (2024–2025).
“Kaderisasi bukan sekadar struktur organisasi, tapi jalan hidup,” ucap Elza.
Elza menyampaikan visi besar untuk Kopri Jawa Timur, yakni Kopri PKC PMII Jawa Timur sebagai ruang aman, inklusif, dan progresif bagi perempuan muda untuk tumbuh, memimpin, dan memberi dampak nyata dalam perubahan sosial di era digital.
“Visi itu ditopang oleh lima misi strategis yang menyentuh akar masalah gerakan perempuan, mulai dari penguatan kepemimpinan progresif, keadilan gender, kaderisasi adaptif, solidaritas strategis, hingga optimalisasi teknologi digital,” terangnya.
Elza menegaskan bahwa arah perjuangan KOPRI ke depan harus bertumpu pada fondasi ideologis yang kokoh. Islam yang progresif, feminisme kritis, dan literasi digital taktis. Perjuangan perempuan hari ini bukan lagi soal representasi semu, tapi penghapusan ketimpangan sistemik yang melanggengkan ketidakadilan struktural.
“Islam tidak pernah membungkam perempuan, Islam datang membebaskan,” tegasnya, merujuk pada pemikiran KH. Husein Muhammad.
Perempuan yang juga alumnus dari IPPNU Jombang ini banyak merujuk pada tokoh-tokoh pemikir feminis seperti Nancy Fraser, Musdah Mulia, dan Silvia Federici. Landasan untuk membangun narasi perlawanan terhadap kapitalisme patriarkal dan bias struktural yang mengakar dalam sistem sosial-politik.
“Teknologi harus kita rebut kembali, bukan sebagai sarana eksistensi personal, tapi sebagai alat perjuangan kolektif,” jelasnya sambil mengutip pemikiran Zeynep Tufekci.
Elza menyadari, perjuangan perempuan kini tidak lagi hanya berlangsung di panggung-panggung diskusi atau ruang kebijakan, tetapi juga di layar gawai, di antara tagar dan data.
Pendaftaran Elza menjadi bukti bahwa KOPRI bukan hanya organisasi, tapi ruang politik etis perempuan muda yang siap bertarung di medan sosial yang keras — tanpa kehilangan kelembutan, nilai, dan nurani.
Dari bumi Jombang, kota kecil yang sarat tradisi dan kebijaksanaan, Elza membawa semangat baru: semangat perempuan muda yang sadar diri, sadar zaman, dan siap memberi dampak.
Ia tidak menjanjikan mimpi-mimpi kosong. Ia membawa agenda ideologis yang konkret, berbasis pengalaman dan pengabdian.
“Perempuan tidak hanya butuh tempat untuk tumbuh, tapi juga ruang untuk memimpin. KOPRI harus jadi tempat itu,” ucapnya dengan penuh kepercayaan diri.
(Pray/Editor Aro)