siginews-Surabaya (6/5) – Hari Raya Idul Adha dan hari Tasyriq (11-13 Dzulhijjah) selalu identik dengan kesibukan ibadah kurban
Tak jarang, para panitia harus berjibaku dari pagi hingga sore demi menuntaskan amanah umat.
Namun, bagaimana jika momen penyembelihan itu bertepatan dengan hari Jumat, yang mengharuskan salat Jumat?
Bisakah panitia kurban meninggalkan salat Jumat karena alasan kesibukan ini?
Jawabannya tegas: tidak.
Menjadi panitia kurban tidak termasuk dalam kategori uzur yang membolehkan seorang Muslim meninggalkan salat Jumat. Shalat Jumat adalah sebuah kewajiban yang tak bisa ditawar.
Sementara itu, ibadah penyembelihan kurban memiliki rentang waktu yang lebih fleksibel, memungkinkan pelaksanaannya di luar jam salat Jumat.
Ini menunjukkan bahwa syariat memberikan ruang bagi umat untuk tetap menunaikan kedua ibadah penting tersebut.
Berdasarkan hukum Islam:
1. Salat Idul Adha: Hukumnya adalah sunah muakkadah, artinya sangat ditekankan atau dianjurkan untuk dikerjakan.
2. Salat Jumat: Hukumnya adalah wajib bagi setiap laki-laki muslim yang sudah memenuhi syarat (balig, berakal, merdeka) dan tidak memiliki uzur (halangan) yang sah.
Dengan demikian, perbedaan hukum ini penting dipahami agar ibadah di hari yang berkah ini dapat terlaksana sesuai syariat.
Waktu Menyembelih Kurban Ulama telah sepakat bahwa waktu yang paling utama untuk menyembelih Kurban adalah pada tanggal 10 Dzulhijjah. Hal ini disampaikan oleh Wahbah Az-Zuhaili:
“Ulama sepakat bahwa waktu yang paling utama untuk menyembelih qKurban adalah hari pertama sebelum bergesernya matahari, karena itu yang disunnahkan.” (Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, juz IV, halaman 255).
Meski demikian, Penyembelihan Kurban tetap dapat dilaksanakan selama empat hari, mulai dari pagi tanggal 10 Dzulhijjah sampai sore tanggal 13 Dzulhijjah. Jadi, Kurban memiliki batas waktu yang longgar.
Zainuddin Al-Malibari menjelaskan: “Waktunya qurban dimulai sejak naiknya matahari pada hari nahar (idul adha) sampai akhir hari tasyrik.” (Fathul mu’in Hamisy I’anatuth Thalibin, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018], juz II, halaman 553).
Uzur Meninggalkan Shalat Jumat Shalat Jumat hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap Muslim laki-laki yang baligh, berakal, merdeka, dan tidak memiliki uzur syar’i.
Namun, Islam juga memberikan keringanan (rukhshah) bagi mereka yang memiliki uzur syar’i, yaitu alasan yang sah menurut syariat.
Abdullah bin Abdurrahman Bafadhl Al-Hadhrami menjelaskan beberapa uzur yang dibenarkan untuk tidak mengikuti shalat jamaah dan jumat, antara lain:
1. Turunnya hujan yang membasahi pakaian dan tidak tersedia pelindung untuk menghindarinya.
2. Mengalami sakit parah yang menyulitkan untuk hadir ke masjid.
3. Harus merawat orang sakit yang tidak memiliki siapa pun untuk mengurusnya.
4. Menemani kerabat yang sedang dalam kondisi kritis atau menjelang wafat.
5. Merasa terancam terhadap keselamatan diri atau harta bendanya.
6. Sedang berhadapan dengan penagih utang, namun tidak mampu membayar, dan berharap diberi keringanan.
7. Dalam keadaan menahan hadats dan masih memiliki cukup waktu untuk shalat di rumah.
8. Tidak memiliki pakaian yang pantas atau layak untuk digunakan shalat berjamaah.
9.Terlalu mengantuk hingga mengganggu konsentrasi dan kekhusyukan. Merasakan kelaparan, kehausan, atau kedinginan yang mengganggu.
10. Sedang bepergian bersama sahabat dekat dan tidak mungkin ditinggalkan.
11. Baru saja mengonsumsi makanan yang berbau tidak sedap dan tidak bisa dihilangkan baunya.
12. Atap pasar atau tempat umum runtuh, mengancam keselamatan.
13. Terjadi gempa bumi yang menimbulkan kekhawatiran.(Al-Muqaddimah al-Hadhramiyyah, juz I, halaman 90–91)
(Editor Aro)