siginews-Surabaya – Kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) kembali memicu gelombang protes. Ratusan sopir truk dari Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada Kamis (19/6).
Bergerak dari Sidoarjo, mereka melintasi Margomulyo dan Perak sebelum membanjiri Polda Jatim dan Kantor Gubernur Jatim. Aksi ini menandai kelanjutan protes yang sebelumnya telah menggema di luar Surabaya.
Mereka meminta pemerintah untuk agar tidak tergesa-gesa, karena tanpa regulasi pendukung, kebijakan ini dikhawatirkan merugikan sektor logistik.
Koordinator GSJT, Angga Firdiansyah, menyoroti bahwa masalah sebenarnya bukan hanya pada dimensi atau beban truk, melainkan pada sistem tarif angkutan yang tidak adil bagi para sopir. Kebijakan ini, menurutnya, bisa menjadi bumerang tanpa perbaikan mendasar.
“Pemerintah harus fair. Kalau muatan dibatasi, tarif angkutan juga harus diatur. Sekarang kami bawa berat, risikonya tinggi, tapi bayarannya kecil. Kalau aturan ini diterapkan sekarang, bisa-bisa biaya logistik melonjak, harga bahan pokok naik, yang rugi rakyat kecil,” tegas Angga.
Ruang dialog sangat diperlukan demi mencari solusi komprehensif terkait kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) yang mereka anggap mengancam keberlangsungan hidup.
“Selama ini belum ada payung hukum yang melindungi ongkos kerja kami. Kalau Zero ODOL diberlakukan tanpa solusi, truk-truk kecil yang tidak sanggup modifikasi akan tumbang duluan,” ujar Angga Firdiansyah, Koordinator GSJT asal Mojokerto. Ia khawatir kebijakan ini akan memberatkan para pekerja transportasi.
Dalam aksi damai yang berlangsung pada Kamis (19/6), para sopir juga mengibarkan poster dan spanduk bertuliskan “ODOL Bukan Soal Pelanggaran, Tapi Soal Ketimpangan” serta “Kami Bukan Mesin Pengangkut Murah”. Mereka berharap, pemerintah provinsi meneruskan aspirasi ini ke Kementerian Perhubungan di pusat.
Sementara polisi terus mengamankan lokasi aksi yang sempat membuat arus lalu lintas melambat, meskipun tidak sampai lumpuh.
Angga memastikan aksi berjalan damai, untuk menyampaikan aspirasi secara konstruktif. “Tujuan kami bukan anarki, tapi ingin didengar,” tegasnya, menggarisbawahi niat para sopir
Aksi GSJT ini menjadi sinyal kuat bahwa para pelaku lapangan di sektor logistik menolak kebijakan yang dirancang secara sepihak.
Para sopir menuntut pemerintah untuk hadir tidak hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai pelindung bagi mata rantai distribusi ekonomi nasional, memastikan kesejahteraan mereka tidak terabaikan dalam setiap regulasiyang diterapkan.
(Editor Aro)