Warga mempertanyakan, mengapa tidak ada satu pun surat resmi perintah pengosongan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau bahkan ITDC selaku penanggung jawab Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika
siginews-Tanjung Aan, Lombok Tengah – Pesisir Pantai Tanjung Aan pada Selasa (15/7/2025) pagi berubah menjadi arena ketegangan. Sejak pukul 08.00 WITA, ratusan personel Kepolisian, TNI, dan Satpol PP memadati lokasi.
Selain itu, kelompok yang mengklaim diri sebagai penyedia jasa keamanan investor bernama Vanguard, serta sejumlah orang tak dikenal yang diduga preman bayaran turut berada di lokasi. Tak lama berselang, aksi penggusuran pun dimulai, dipimpin oleh kelompok yang dicurigai sebagai preman bayaran tersebut.
Pagar dan bangunan milik warga dikoyak dan dihancurkan secara brutal. Setiap warga yang mencoba melakukan perlawanan langsung diintimidasi. Bahkan, satu orang warga pemilik warung dilaporkan diamankan dengan tuduhan membawa senjata tajam.
Protes Warga: Tanpa Negosiasi, Hanya Intimidasi

Situasi ini memicu kemarahan besar dari warga. Mereka menilai tindakan ini sebagai bentuk kekerasan brutal dan barbar yang dipertontonkan oleh negara.
“Tidak ada sama sekali upaya pendekatan persuasif yang dilakukan sejak rencana penggusuran diterbitkan dalam bentuk surat perintah pengosongan oleh Vanguard pada pertengahan Juni lalu,” ujar salah seorang warga yang keberatan identitasnya disebut.
Ia menambahkan, “Yang kami hadapi setiap hari hanyalah pendekatan-pendekatan intimidatif.”
Yang juga menjadi pertanyaan besar adalah keterlibatan Vanguard yang bahkan diberikan kewenangan untuk menerbitkan surat perintah pengosongan.
Diketahui Vanguard sendiri adalah pihak swasta yang mengklaim sebagai lembaga penyedia jasa keamanan bagi investor.
Warga mempertanyakan, mengapa tidak ada satu pun surat resmi perintah pengosongan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau bahkan ITDC selaku penanggung jawab Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Pola Berulang di Mandalika, Tuntutan Evaluasi Pembangunan
Warga menegaskan bahwa tindakan serupa bukanlah kali pertama terjadi di kawasan Mandalika. Hal ini kerap menjadi pola dalam setiap penggusuran untuk pembangunan infrastruktur Sirkuit maupun hotel-hotel di dalam kawasan tersebut.
Oleh sebab itu, mereka menuntut agar pembangunan Kawasan Pariwisata Strategis Nasional Mandalika harus dievaluasi dan dihentikan, mengingat “tindakan-tindakan brutal yang terus dipertontonkan.”
Selain itu, warga juga mendesak agar penggusuran yang sedang berlangsung segera dihentikan, dan negara beserta ITDC harus bertanggung jawab penuh atas semua kerusakan dan kerugian yang dialami warga.
Penulis: Saiful Wathoni, Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria – AGRA
(Editor Aro)