siginews-Jombang – Pengusaha penyewaan sound system di Jombang tengah dilanda kekhawatiran besar.
Pasalnya, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara tegas mengharamkan penggunaan “Sound Horeg” telah menuai kritik keras namun lirih dari Paguyuban Sound System Jombang (PSSJ).
Fatwa ini tidak hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga berdampak langsung pada kelangsungan usaha mereka.
Pernyataan pengharaman atas “Sound Horeg” yang begitu lantang bergema, kini mulai terasa dampaknya di Jombang.
Para pelaku usaha penyewaan sound system mengaku sangat khawatir dengan larangan ini, terutama menjelang bulan Agustus yang identik dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI.
Pada bulan tersebut, permintaan penyewaan sound system biasanya melonjak tajam untuk berbagai acara perlombaan dan hiburan rakyat.
“Kami menginginkan ada beberapa fatwa itu untuk direvisi,” kata Ketua PSSJ, Koiman dalam pesan, Sabtu (26/7/2025).
Pengaturan penggunaan Sound System penting untuk dibuat. Mengingat pelarangan penggunaan Sound Horeg atau Battle Sound bisa ditafsirkan karena suara yang di putar berada dalam ukuran maksimal. Suara keras hingga berpotensi merusak gendang telinga manusia.
Koiman meminta aturan ukuran maksimal pada ambang batas desibel 85. Pengusaha sound system dalam bekerja juga faham soal etika dan akan disesuaikan dengan lingkungan masyarakat.
“Dengan dirubahnya ambang batas desibel 85, tentunya paguyuban sound system Jombang itu akan bisa bekerja sesuai porsinya,” ungkapnya.
Keberadaan larangan sound horeg dan sound battle disebut Koiman berdampak pada sebagian besar industri jasa penyewaan sound system. Padahal, tidak semua pengusaha sound system adalah sound horeg dan sound battle.
“Keinginan kami, pengusaha sound system Jombang itu tetap menginginkan bisa beraktifitas sesuai sewajarnya,” ujarnya.
Berkurangnya tanggapan atau order penyewaan sound system dirasakan setelah ada imbauan dan fatwa haram dari MUI. Bahkan usaha penyewaan sound sistem banyak yang dibatalkan meski bukan sound horeg.
“Ada pengaruhnya, setelah ada fatwa MUI banyak prmbatalan job sound karnaval, khususnya untuk HUT RI. Bahkan menimbulkan keresahan, di masyarakat bagi yang memberikan DP ke sound,” urainya.
Saat ini pengusaha sound system Jombang menginginkan kebijakan yang benar-benar bijak dari bupati. Adanya surat edaran (SE) jelang perayaan Agustus diharapkan bisa bijak dan tidak merugikan salah satu pihak.
“Kami menunggu surat edaran bupati, sebelum mengeluarkan SE bisa ada audiensi dengan pejabat terkait seperti polres, MUI dan paguyuban, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Kami dijadwalkan hari Jumat tanggal 25 besok ketemu bupati secara perwakilan,” pungkasnya.
Terpisah, Sekretaris Umum MUI Jombang, Ilham Rokhim mengaku akan menampung masukan dari pengusaha jasa penyewaan sound system di Jombang.
“Mengenai batasan volume, karena ini adalah koordinasi, tentunya hasil koordinasi ini akan kita sampaikan ke MUI ke tingkat yang lebih tinggi,” kata Ilham.
Menurutnya, MUI Jombang hanya mengikuti fatwa MUI di atasnya. Ia menjelaskan, MUI Jombang tidak memiliki kebijakan atau fatwa lain soal itu.
“Pada intinya bisa memahami dan menjaga kondusifitas di wilayah masing-masing. Tujuannya adalah menyampaikan sosialisasi fatwa nomor 1 tahun 2025 agar masyarajat Jombang mengetahui adanya fatwa penggunaan sound horeg,” pungkasnya.
(Editor Aro)