siginews-Surabaya – Peran jurnalis di era digital mengalami transformasi signifikan. Kini, jurnalis tidak hanya dituntut menjadi produsen berita, tetapi juga harus menjadi edukator yang aktif berinteraksi dengan masyarakat.
Hal ini diungkapkan oleh pakar komunikasi Unitomo, Dr. Dra. Zulaika, M.Si., dalam acara “Jagongan Bareng” yang digelar oleh Rumah Literasi Digital (RLD) Surabaya, Selasa (26/8).
“Ini keren ya, karena penggagasnya adalah wartawan. Wartawan yang nantinya akan turun langsung ke masyarakat untuk menjelaskan literasi digital,” ujar Zulaika, dalam rilis Rumah Literasi Digital (RLD) Surabaya, Rabu(27/8/2025)
Menurut Zulaika, pola lama di mana jurnalis hanya menyampaikan informasi satu arah sudah tidak relevan.
“Kalau masyarakat enggak paham, bisa langsung bertanya. Ini menjadikan komunikasi dua arah, bukan hanya menyampaikan informasi sepihak seperti selama ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, di tengah derasnya arus informasi dan fenomena konten viral yang dangkal, jurnalis dituntut mampu menyajikan informasi penting secara ringkas namun tetap akurat.
“Wartawan dituntut bisa menyampaikan informasi penting dengan ringkas, tetapi tetap akurat dan utuh,” tegasnya.
Zulaika juga mengingatkan pentingnya membedakan antara konten media sosial pribadi dengan karya jurnalistik yang terikat pada etika dan kelembagaan.
Prioritas Literasi Digital untuk Generasi Z
Pakar lain yang hadir, Dr. Harliantara, menekankan bahwa literasi digital harus memprioritaskan Generasi Z.
Menurutnya, meskipun generasi ini aktif menggunakan teknologi, mereka juga paling rentan terhadap hoaks.
“Kemampuan membedakan informasi benar dan salah bergantung pada pengetahuan, niat memverifikasi, dan daya pikir kritis,” jelasnya.
Harliantara mengakui bahwa hoaks tidak akan pernah hilang, namun ia meyakini bahwa penyebaran informasi positif dapat menjadi penyeimbang yang efektif.
Ia juga menyoroti pentingnya keberlanjutan program literasi digital yang pernah dijalankan pemerintah, agar tidak terhenti.
Momen yang sama, Koordinator RLD Surabaya, Fathur (akrab disapa Parto), mengapresiasi kehadiran para narasumber yang telah berbagi ilmu.
Ia menegaskan bahwa literasi digital kini menjadi keterampilan dasar yang wajib dimiliki setiap individu.
“Masyarakat saat ini hidup di era banjir informasi. Informasi datang silih berganti, tapi di saat yang sama, misinformasi dan hoaks juga mudah menyebar,” tegasnya.
Ia juga berharap Rumah Literasi Digital Surabaya dapat berfungsi sebagai pusat edukasi masyarakat untuk meningkatkan keterampilan digital yang aman, kritis, dan kreatif.
“Tidak hanya bagi jurnalis, tetapi juga pelajar dan komunitas,” pungkasnya.
(Editor Aro)