Surabaya – Demokrasi politik di Kota Surabaya terancam mati. Pasalnya, sampai hari ini tidak ada pasangan calon walikota dan calon wakil walikota di Pilwali Surabaya tahun 2024, kecuali pasangan petahana Eri Cahyadi – Armuji.
Pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwali Surabaya) Tahun 2024, pasangan cawali (calon walikota) dan cawawali (calon wakil walikota) Surabaya yang muncul hanya Eri Cahyadi – Armuji.
Pasangan petahana ini mendapatkan rekomendasi dari partai PDI Perjuangan (PDIP). Juga partai lainnya seperti PKB yang sudah menyebar foto pasangan Eri-Armuji di baliho-baliho.
Sedangkan partai politik lainnya, tidak berani memunculkan pasangan cawali-cawawali Surabaya untuk melawan petahana Eri-Armuji.
Direktur Eksekutif Republic Research Lasiono, SIP, M.IP, mengatakan Kota Surabaya kota besar di Jawa Timur dan menjadi salah satu kota yang menjadi barometer politik.
Tetapi sampai hari ini partai politik yang memperoleh kursi pada Pileg 2024 di DPRD Kota Surabaya tidak memunculkan kader-kader terbaiknya untuk ikut dalam pertarungan Pilwali Surabaya.
“Jika kondisi politik ini akan terus dipelihara hingga pendaftaran di KPU, saya menilai ada tiga hal,” kata Lasiono di Surabaya, Kamis (1/8/2024).
“Pertama, partai politik dan elit partai di Kota Surabaya tidak berfungsi dan tidak berperan dalam melakukan pendidikan politik bagi masyarakat Surabaya. Padahal Pendidikan politik merupakan agenda yang sangat penting, karena dalam melangsungkan pembangunan Kota Surabaya, sebuah masyarakat memerlukan syarat untuk keterdidikan rakyat secara politik,” terangnya.
Katanya, masyarakat yang terdidik secara politik adalah warga negara, sehingga bisa secara sadar mandiri ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan.
Variabel Kehadiran partai politik dalam masyatakat di Kota Surabaya dapat dilihat pada perannya dalam melakukan pendidikan politik kepada warga.
“Sejauh mana partai politik menjaga demokrasi di Kota Surabaya dengan memunculkan kader- kader partai terbaiknya dalam konstelasi pilkada kota surabaya 2024. Nyatanya sampai hari ini belum ada partai politik yang berani mendeklarasikan kader terbaik nya melawan incumbant Eri Cahyadi,” tambahnya.
Kedua, Lasiono menegaskan matinya demokrasi di Kota Surabaya dalam konteks Pilwali Surabaya 2024.
“Pilwali Surabaya tahun 2024 semestinya menjadi momentum untuk kembali menguatkan bangunan demokrasi Indonesia pasca pemilu 2024 kemarin di daerah, khusus nya di Kota Surabaya,” katanya.
Padahal, pada era desentralisasi demokratis ini kata Lasiono, pemilu di tingkat daerah menjadi komponen penting. Demokrasi lokal akan mempengaruhi kehidupan politik suatu pemerintahan daerah dan pusat. Nantinya, pemerintah pusat akan mendistribusikan sebagian kekuasaan ke tingkat daerah untuk dikelola sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal.
Sementara realitas politik di Kota Surabaya. Partai dan elit partai politik cenderung mengekor ke satu calon. Mereka hanya manjalankan demokrasi prosedural. Tapi tidak menyentuh substansi demokrasi itu sendiri.
“Hal ini dibuktikan dengan, yang mana sampai hari ini belum ada yang berani partai politik dan elit partai politik mendeklarasikan calon di luar petahana Eri Cahyadi. Masyarakat tidak diberikan pilihan calon yang lain. Maka demokrasi politik di Kota Surabaya terancam mati,” ujarnya.
“Padahal Kota sebesar Kota Surabaya masih banyak pemuda dan tokoh masyarakat berpotensi yang mampu mengemban amanah masyarakat Kota Surabaya,” tegasnya.
Ketiga, kata alumnus S-2 Universitas Wijaya Kusuma ini menilai, Kota Surabaya gudangnya pemuda dan tokoh masyarakat yang punya potensi dan peluang untuk menciptakan perubahan positif yang lebih baik bagi Kota Surabaya ke depan.
Dengan semangat kepemudaan yang tinggi, prinsip keadilan dan komitmen untuk kebaikan bersama. Dan sebagai agen perubahan yang mampu menciptakan masa depan masyarakat kota surabaya yang lebih baik.
“Akan tetapi sampai hari ini mereka tidak muncul atau memang tidak dimunculkan oleh partai-partai politik yang memperoleh kursi di DPRD Kota Surabaya pada Pileg 2024,” katanya.
“Atau kah mungkin ada kelompok tertentu yang menginginkan Pilwali Surabaya 2024 petahana melawan kotak kosong. Kelompok ini tidak berbentuk dan tidak ada bentuknya. Tapi ruang geraknya secara politik dapat dirasakan masyarakat. Ini bahaya bagi kelangsungan kehidupan politik Kota Surabaya ke depan,” jelasnya.