Penanggalan Hijriah 12 Rabiul Awwal atau lebih dikenal Maulid Nabi, merupakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kata maulid berasal dari bahasa Arab, yang berarti hari lahir.
Sebelum wafatnya Nabi Muhammad, peringatan perayaan Maulid Nabi sudah berkembang di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, peringatan Maulid Nabi merupakan wujud suka cita, kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Sejak itu, perayaan Maulid Nabi mulai berkembang di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Maulid Nabi di Indonesia bermula dari tokoh pensyiar agama Islam, Wali Songo di Indonesia. Tahun 1404 M Wali Songo pertama kali melakukan peringatan Maulid Nabi. Makna dan tujuan Wali Songo merayakan Maulid Nabi adalah untuk menarik simpati dan hati masyarakat setempat saat itu untuk terpanggil memeluk agama Islam.
Saat itu, Wali Songo melihat pengorbanan yang dilakukan Raja Hindu di Jawa. Dalam tradisi Hindu-Buddha pada masa itu, jika suatu daerah terkena bencana mereka akan melakukan pengorbanan berupa penyembelihan kerbau sebagai tolak bala. Kondisi ini yang kemudian mendorong Wali Songo memperkenalkan peringatan Maulid Nabi pada masyarakat setempat.
Itulah mengapa, Maulid Nabi juga disebut sebagai perayaan Syahadatain, atau yang secara umum dikenal dengan istilah Sekaten. Syahadatain adalah kesaksian dan pengakuan bahwa Allah merupakan satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan Nabi Muhammad adalah utusan Rasul Allah.
Lebih lanjut, dari berbagai macam versi, pada dasarnya sekaten dapat dipahami sebagai upacara dan ritual penabuhan gamelan yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta dan Surakarta untuk memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sampai saat ini, Sekaten masih diselenggarakan di beberapa kota, salah satunya Yogyakarta dan Surakarta. (aro)