Kepala Dinsos PPKB Henik Setyorini menjelaskan, MoU tersebut merupakan bagian dari program perlindungan anak dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tujuannya bukan mempersulit masyarakat, namun untuk melindungi anak-anak dari resiko pernikahan dini yang memiliki berbagai dampak negatif. Remaja yang menikah dini sering kali belum siap secara fisik untuk kehamilan. Hal ini meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan melahirkan
“Belum lagi perkara kesehatan mental. Karena tanggung jawab rumah tangga yang berat di usia muda bisa menimbulkan tekanan mental, seperti kecemasan, depresi, atau stres. Ya yang ujungnya berakhir perceraian. Ini harus dihindari,” ujar Henik, Kamis (26/9).
Pernikahan dini masih menjadi persoalan di kabupaten Banyuwangi. Guna mengurangi jumlah perniakahan dini, pemerintah daerah setempat memperketat proses pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Banyuwangi.
Syarat pertama harus memiliki surat rekomendasi kematangan psikologis, dari psikolog yang telah ditunjuk Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan KB (PPKB). Syarat yang kedua melampirkan surat rekomendasi hasil pemeriksaan kesehatan dan kematangan reproduksi dari Dinas kesehatan.
Hasil asesmen tersebut nantinya akan menjadi pertimbangan hakim untuk menentukan pemohon layak diberi dispensi nikah atau tidak.
Henik menambahkan, pernikahan dini cenderung meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Kurangnya pengalaman dan kedewasaan membuat mereka lebih rentan terhadap pengendalian atau eksploitasi dari pasangan.
“Secara ekonomi kalau belum matang, bisa saja mereka terjebak dalam siklus kemiskinan, yang dapat berlanjut hingga generasi berikutnya,” tambahnya.
Henik berharap, melalui MoU ini target perkawinan usia anak usia dini di Banyuwangi bisa ditekan. Selain itu angka perceraian, kematian ibu dan bayi, angka stunting diharapkan juga bisa turun.