Moskow – Tidak lama setelah Iran melancarkan serangan rudal balasan yang signifikan terhadap Israel, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyampaikan lonjakan peningkatan kekerasan di Timur Tengah menandakan ketidak becusan dan ‘kegagalan total’ kebijakan AS di kawasan tersebut di bawah Presiden Joe Biden, pada Selasa malam.
Menurut juru bicara Israel, Teheran (Iran) menembakkan 181 rudal balistik ke sasaran di negara Israel, meskipun militer Israel mengatakan bahwa sebagian besar rudal itu berhasil ditangkis oleh pertahanan udaranya. Namun, sumber di Iran mengklaim bahwa infrastruktur militer Israel mengalami kerusakan yang parah.
Pejabat Iran menyampaikan serangan itu sebagai respons yang telah lama diharapkan terhadap pembunuhan Ismail Haniyeh, pemimpin politik kelompok militan Palestina Hamas, di Teheran pada bulan Juli, dan pembunuhan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Beirut minggu lalu.
Israel telah berjanji untuk membalas Iran atas serangan itu, dan melanjutkan kampanye pengeboman dan “serangan terbatas” di Lebanon. Mengomentari meningkatnya kekerasan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Zakharova menuding kebijakan AS.
“Drama berdarah ini semakin meningkat. Pernyataan tidak koheren oleh Gedung Putih menunjukkan ketidakberdayaannya dalam menyelesaikan krisis. Upaya oleh Menteri Luar Negeri Antony Blinken telah menyebabkan puluhan ribu korban dan jalan buntu,” kata juru bicara itu.
Permusuhan saat ini meletus Oktober lalu, ketika Hamas melancarkan serangan mematikan ke Israel selatan dari daerah kantong Palestina di Gaza. Israel menanggapinya dengan operasi militer besar-besaran, yang bertujuan untuk ‘membumi hanguskan’ gerakan tersebut. Hizbullah yang berbasis di Lebanon, yang mendukung Hamas, telah melakukan serangan roket secara berkala melintasi perbatasan, yang memaksa puluhan ribu orang mengungsi dari Israel utara.
AS telah secara terbuka meminta Israel untuk meredakan ketegangan dan mengupayakan gencatan senjata di Gaza, meskipun pemerintah Israel telah mempertahankan tekanan militernya. Jumlah kematian warga Palestina telah melampaui 41.000, menurut otoritas kesehatan setempat. Beberapa pengamat menuduh Yerusalem Barat berusaha membuat Gaza tidak dapat dihuni sehingga penduduknya tidak punya pilihan selain melarikan diri.
“Timur Tengah sekali lagi berada di ambang perang besar, yang tampaknya, seseorang ingin sekali melihatnya pecah,” kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov saat memperingatkan minggu lalu pada sesi Dewan Keamanan PBB tentang krisis yang sedang berlangsung.
Lavrov kemudian mengecam AS atas penolakannya terhadap usulan untuk menuntut gencatan senjata yang didukung oleh wewenang DK PBB. Diplomat Rusia itu menekankan.
“Tanpa dukungan komprehensif yang Anda berikan kepada Israel, konflik tersebut dapat diakhiri dengan cepat dan efektif,” tegas Lavrov.(aro)