Banyuwangi – DPRD Banyuwangi akan melanjutkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) yang molor tak kunjung disahkan sejak tahun 2017 lalu.
Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Siti Mafrohatin Nikmah mengatakan, penyebab terkendala raperda LP2B belum dapat disahkan salah satunya karena antara eksekutif dan legislatif belum sepakat mengenai pengurangan PBB bagi para petani yang sawahnya masuk ke dalam zona LP2B. Sebab sawah milik para petani yang masuk zona LP2B harganya menjadi turun, karena kedepannya tak bisa dialihfungsikan untuk yang lain.
“Sebagai bentuk kehadiran pemerintah, para petani yang sawahnya masuk ke dalam LP2B perlu mendapat ganti rugi salah satunya dengan pengurangan PBB,” jelas Nikmah, Kamis (03/10).
Kata dia, pihak eksekutif belum menyetujui penambahan klausul mengenai pengurangan pembayaran PBB bagi para petani tersebut. Sehingga hingga saat ini raperda LP2B belum dapat dilanjutkan untuk disahkan menjadi perda.
“Padahal penambahan klausul pengurangan PPB bagi para petani yang lahannya masuk dalam LP2B, manfaatnya langsung dirasakan oleh petani,” tambah Nikmah.
Nikmah yang juga pernah menjadi pansus Raperda LP2B menyayangkan raperda ini tak kunjung dapat disahkan. Data nama petani dan lokasi sawah yang masuk LP2B sudah siap. Salah satu tujuan dibentuknya raperda LP2B di Banyuwangi yakni untuk melindungi lahan pertanian di Banyuwangi yang luasannya semakin berkurang. Berkurangnya lahan pertanian tersebut karena banyak sawah yang dialihfungsikan menjadi perumahan serta lainnya.
Untuk mengantisipasi terus berkurangnya luasan lahan pertanian di Banyuwangi diusulkan raperda LP2B. Sehingga sawah yang telah ditetapkan ke zona LP2B tak dapat lagi dialihfungsikan menjadi perumahan.
“Dengan adanya perda LP2B, maka produksi hasil pertanian padi di Banyuwangi masih dapat dipertahankan,” tutup Nikmah.(irham)