Gresik – Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik kalah praperadilan atas perkara penahanan tersangka Nurhasim-yang juga advokat kasus CSR PT Smelting Gresik pada Desa Romoo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.
Di ruang sidang Candra, Pengadilan Negeri Gresik, Hakim Tunggal Adhi Satrija Nugroho membacakan putusan permohonan Praperadilan register perkara nomor 05/Pid.Pra/2024/PN.Gsk.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Hakim Adhi Satria Nugroho, S.H saat membacakan putusan, Senin (21/10/2024)
Hakim juga Menyatakan Penetapan Tersangka (Nurhasim) oleh Termohon adalah Tidak Sah.
Memerintahkan Termohon untuk menghentikan pemeriksaan penyidikan atas diri Pemohon.
Menetapkan tindakan Termohon melakukan penahanan kepada Pemohon adalah Tidak Sah.
“Memerintahkan Termohon untuk melepaskan/mengeluarkan Pemohon dari Tahanan,” ujarnya.
Hakim juga memerintahkan Termohon untuk merehabilitasi nama baik Pemohon
“Membebankan biaya perkara kepada Termohon sejumlah nihil,” kata Hakim Adhi.
Demikianlah diputuskan pada Senin tanggal 21 Oktober 2024 oleh Adhi Satria Nugroho, S.H, Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Gresik.
Sementara itu, Johanes Dipa Widjaja, salah satu kuasa hukum Pemohon menegaskan, putusan perkara ini menjadi koreksi bagi lembaga – lembaga penegak hukum khususnya dalam hal ini kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi itu harus didasarkan pada minimal dua alat bukti, serta kerugian negara harus nyata berdasarkan keterangan lembaga terkait yakni dari BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia).
“Jadi, jangan sewenang-wenang meskipun punya kewenangan. Ini adalah koreksi, bukan masalah menang kalah. Inj masalah proses harus sesuai prosedur,” tegasnya.
Ia berharap aparat penegak hukum harus menjalankan tugasnya sesuai prosedur dan tidak sewenang-wenang.
“Pidana itu menyangkut harkat dan martabat orang, ini bukan hanya menyangkut diri tersangkanya saja, tapi iji masalah keluarganya, juga kerabatnya,” terang Dipa yang juga Wakil Ketua Bidang Pembelaan Profesi DPC Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) Cabang Surabaya.
Sementara itu, Ketua Tim Pembelaan Pemohon Ustman Effendi menerangkan, dikutip dari pendapat ahli Dr. M. Sholehuddin, S.H., M. H., yang menerangkan konsekuensi yuridis ketika penyidik memberikan sangkaan kepada seseorang dengan pasal 2 atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi maka harus ada alat bukti lebih awal bahwa yang dipersangkakan ini menyangkut soal kerugian negara.
“Bahwa ada unsur-unsur penting atau inti (bestandelendelijk) yang harus dipenuhi dalam pasal 2 atau pasal 3 UU Tipikor, yakni menimbulkan kerugian keuangan negara yang buktinya harus dimiliki penyidik, ” ujar Ustman.
Ia menegaskan, penyidik harus mengacu kepada undang-undang yang mengatur hal tersebut, tidak hanya mengacu kepada KUHP atau mengacu kepada UU Tipikor, penyidik harus mengacu UU lain.
“Karena penyidik tidak punya kewenangan untuk menentukan terjadi kerugian keuangan negara. Siapapun tidak boleh menentukan adanya kerugian keuangan negara kecuali yang ditentukan dalam UU, artinya yang bisa menetukan adanya kerugian keuangan negara hanyalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ” jelasnya.
Sedangkan Aulia Rachman, salah satu kuasa hukum (Nurhasim) lainnya menambahkan, putusan praperadilan dari Pengadilan Negeri Gresik ini luar biasa.
“Alhamdulillah masih ada keadilan. Selain sesuai prosedur, penegakan hukum harus sesuai etika, juga harus saling menghormati. Jangan mentang-mentang punya kewenangan, lalu sewenang-wenang,” jelas Rachman yang juga pengurus Bidang Pembelaan Profesi DPC Peradi Surabaya. (roi)