Reporter : Redaksi
Ekbis
Rabu, 16 Juli 2025
Waktu baca 3 menit

siginews – Kesepakatan tarif impor 19% antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia, yang baru-baru ini disepakati, mungkin tampak sebagai kabar baik bagi sebagian orang.
Namun, jika dicermati lebih dalam, kesepakatan ini justru memberikan keuntungan yang sangat signifikan bagi AS, sementara Indonesia dihadapkan pada sejumlah potensi kerugian yang patut diwaspadai. Ini bukan sekadar penurunan tarif, melainkan strategi besar yang menguntungkan Washington.
AS Meraup Keuntungan Melimpah: Pasar Bebas dan Miliaran Dolar dalam Penjualan
Perjanjian ini adalah kemenangan besar bagi Amerika Serikat. Produk-produk AS akan masuk ke pasar Indonesia tanpa dikenakan tarif impor.
Ini adalah tarif nol untuk ekspor ke Indonesia, sebuah keuntungan kompetitif yang luar biasa bagi perusahaan-perusahaan raksasa AS.
Mereka kini memiliki akses yang lebih mudah dan murah ke pasar besar Indonesia, yang berarti potensi peningkatan penjualan yang masif.
Tak hanya itu, kesepakatan ini juga membuka keran penjualan dalam skala besar untuk AS:
Secara keseluruhan, kesepakatan ini diharapkan dapat mengurangi defisit perdagangan antara kedua negara, yang jelas-jelas lebih menguntungkan pihak AS.
Implikasi bagi Indonesia: Antara Potensi Manfaat dan Ancaman Nyata
Meski Indonesia mendapatkan penurunan tarif impor menjadi 19%—yang tentu lebih baik daripada tarif sebelumnya—ada beberapa potensi kerugian serius yang harus menjadi perhatian pemerintah.
Meski beberapa ekonom berpendapat bahwa tarif 19% masih lebih baik dibanding negara Asia Tenggara lain, dan kesepakatan ini bisa menarik investasi, pemerintah Indonesia harus sangat berhati-hati. Ini bukan waktu untuk berpuas diri.
Urgensi Diplomasi dan Negosiasi Lanjutan
Pemerintah Indonesia perlu terus melakukan diplomasi yang cerdas dan tegas untuk memastikan bahwa kesepakatan ini tidak merugikan kepentingan nasional dalam jangka panjang. Stabilitas ekonomi negara harus menjadi prioritas utama.
Selain itu, ada kebutuhan mendesak untuk negosiasi lebih lanjut terkait definisi transshipment. Jika tidak didefinisikan dengan jelas, produk manufaktur Indonesia yang menggunakan bahan baku impor dari negara lain berpotensi terkena dampak negatif dan semakin tidak kompetitif. Jangan sampai kelalaian ini justru menjerat produk unggulan kita sendiri.
Pada akhirnya, kesepakatan ini adalah pengingat bahwa dalam dunia diplomasi ekonomi, setiap “kemenangan” harus dianalisis dengan cermat untuk memahami siapa yang sebenarnya paling diuntungkan. Indonesia harus memastikan bahwa hubungan baik ini benar-benar membawa manfaat timbal balik, bukan hanya mengukuhkan dominasi ekonomi pihak lain.
(Editor Aro)
#Tarif Impor
#Tarif Impor 19 persen
#Tarif Trumph




Headlines.Minggu, 5 Januari 2025

Ekbis.Senin, 17 Februari 2025

Ekbis.Rabu, 26 Februari 2025

Ekbis.Kamis, 3 Juli 2025