HUT ke-1 Media Siginews.com Gelar FGD Bahas Arah Demokrasi Indonesia
Reporter : Sigit P
Headlines
Kamis, 11 September 2025
Waktu baca 4 menit

siginews.com-Surabaya – Media online Sumber Informasi untuk Generasi Indonesia – Siginews.com merayakan ulang tahun pertamanya dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Quo Vadis Aksi Massa 2025: Demokrasi atau Anarki?” Acara ini berlangsung di Grand Surabaya Hotel pada Kamis (11/9).
Diskusi ini menghadirkan beragam narasumber, mulai dari pengamat cagar budaya Edward Dewarucci, Ketua Perkumpulan Indonesia Muda Jatim Bung Picter, tokoh aktivis 98 Andreas Pardede, hingga Pemimpin Redaksi siginews.com Cak Rois.
Acara ini juga menjadi forum bagi berbagai kalangan, dengan kehadiran perwakilan mahasiswa dari Universitas Airlangga (Unair) dan UINSA, perwakilan pengemudi ojek online, budayawan Taufik Monyong, advocat rakyat dan sejumlah jurnalis lainnya.
Pandangan Narasumber tentang Fenomena Aksi Massa
Cak Rois membuka diskusi dengan membagikan pengalamannya meliput tragedi jerusuhan di Surabaya diantaranya pembakaran Gedung Negara Grahadi, serta bangunan dan material lainnya.

Ia menyampaikan melihat kondisi yang terjadi, jiwa jurnalisnya tergerak untuk turun meliput ke lapangan.
“Hal yang terjadi pada saat itu, membuat jiwa jurnalis saya jadi ingin turun ke jalan,” ujarnya.
Cak Rois yang juga Pendiri dan Pemimpin Redaksi siginews.com mengaku melihat pergerakan massa yang mencurigakan.
“Pergerakan massa kali ini terlihat berbeda sekali dari aksi-aksi mahasiswa atau massa aksi pada umumnya. Banyak lalu-lalang anak-anak muda berpakaian serbah hitam dengan mengendarai sepeda motor,” ungkapnya, sambil menunjukkan rekaman video di lokasi kejadian ke audiens.
Sementara, Pengamat cagar budaya, Edward Dewaruci, mengungkapkan pandangannya terkait fenomena aksi denonstrasi yang terjadi, yang menurutnya sangat dipengaruhi oleh media sosial.

Edward menyebut, kekuatan media sosial dan gaya hidup digital kini menjadi faktor utama yang harus diwaspadai. “Peluru saat ini berupa disinformasi, penyebaran fitnah, dan kebencian,” tegasnya.
Menurutnya, pergerakan massa kali ini tidak memiliki komando yang jelas, berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya.
“Yang menarik dari situasi yang terjadi di Jatim kemarin adalah korlapnya tidak kelihatan,” ujar Edward.
Lebih lanjut, Edward menyayangkan tindakan perusakan, termasuk pembakaran cagar budaya. Ia menilai, para pelaku tidak memahami makna dan arti penting dari aset-aset bersejarah.
Ia berharap, kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap cagar budaya dapat tumbuh di masyarakat.
Berikutnya, Ketua Perkumpulan Indonesia Muda Jatim, Bung Picter, berpendapat bahwa aksi anarkis dalam demonstrasi sering kali dipicu oleh banyak faktor, terutama faktor ekonomi.

Ia menyampaikan bahwa meski demo adalah tanda demokrasi yang hidup, anarki adalah sisi lain yang muncul karena adanya ketidakpuasan.
“Jika ada demo, berarti demokrasi kita hidup, tapi anarkinya ini yang saya kurang sepakat,” ujar Bung Picter.
Menurutnya, aksi anarki seringkali terjadi karena ada masalah yang tidak kunjung didengar oleh pihak berwenang. “Anarki ini karena ekonomi,” katanya.
Ia menambahkan bahwa masyarakat merasa suara mereka hanya akan didengar jika melakukan tindakan yang ekstrem. “Biasanya anarki baru didengar, kalau nggak anarki nggak didengar,” imbuhnya.
Selanjutnya narasumber ketiga, Andreas Pardede, tokoh aktivis 98 Jatim, membawakan materi gerakan sosial dan perubahan.

Menurutnya, Aksi massa yang terjadi belakangan ini merupakan gerakan sosial yang lahir dari adanya ketidakadilan dan penindasan.
Ia menambahkan, di mana pun ada dominasi kekuasaan politik, di situ ada ketidakadilan. Gerakan sosial saat ini, kata dia, juga diikuti oleh “amuk rakyat” yang lahir dari penderitaan.
“Jika sudah ada solidaritas dari rakyat miskin, rezim sudah tidak bisa apa-apa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Andreas menyoroti kondisi hukum di Indonesia yang menurutnya sudah tidak lagi menjadi alat penegakan keadilan.
Ia berpendapat, hukum kini telah berubah menjadi instrumen politik, dijadikan alat negosiasi kekuasaan, dan dipakai untuk menindas rakyat.
Mantan Komisioner Bawaslu Jatim ini menegaskan, tujuan utama dari gerakan sosial ini adalah perubahan politik. Menurutnya, tanpa perubahan politik yang fundamental, kondisi sosial masyarakat tidak akan pernah membaik.
“Yang dituju sebenarnya adalah perubahan politik. Jika tidak ada perubahan itu, kondisi sosial masyarakat kita tidak akan berubah,” pungkasnya.
Pardede menyimpulkan, semua problematika yang terjadi saat ini berakar dari kegagalan rezim dalam mengelola negara.
“Kabinet sekarang cocoknya disebut kabinet pemborosan,” ujarnya, mengkritik struktur kabinet yang dinilai terlalu gemuk.
Lanjutnya “Saya menyimpulkan, semua problematika yang terjadi sekarang adalah kegagalan rezim pengelolaan negara Prabowo-Gibran. Itu adalah akarnya,” jelas Andreas.
(Editor Aro)
#Anarki
#Demokrasi
#Demokrasi dan Anarki
#FGD Quo Vadis Aksi Massa 2025: Demokrasi atau Anarki?
#Hari Jadi ke-1 Siginews.com
#HUT ke-1 Siginews.com
#Jawa Timur
#Media Online Siginews.com
#Siginews.com
#Surabaya



Berita Terkait

Bus Trans Jatim Resmi Layani Rute Bungurasih ke Terminal Bangkalan
Headlines.Senin, 30 September 2024

Resmi Bertugas! Ini 6 Sosok Pilihan Prabowo yang Jadi Duta Besar RI
Headlines.Sabtu, 20 Desember 2025

Gempa Tektonik 3,1 SR di Bojonegoro, Pastikan & Periksa Bangunan Rumah
Headlines.Senin, 30 Desember 2024

Kemenag Anggarkan Rp 897 Miliar untuk Insentif Guru Non PNS
Headlines.Selasa, 3 Desember 2024

