Kriminalisasi Jurnalis: Pemerintah Ngotot Bela Pasal 8 UU Pers di MK
Reporter : Sigit P
Headlines
Selasa, 7 Oktober 2025
Waktu baca 2 menit

siginews.com-Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) terhadap UUD 1945, Senin (6/10/2025).
Permohonan diajukan oleh Ikatan Wartawan Hukum (IWAKUM) yang menguji konstitusionalitas Pasal 8 UU Pers yang mengatur perlindungan hukum bagi wartawan. Sebaliknya pihak pemerintah ngotot membela Pasal 8 UU Pers sudah jelas dan tidak multitafsir.
IWAKUM, yang diwakili oleh Ketua Umum Irfan Kamil dan Sekretaris Jenderal Ponco Sulaksono, dalam permohonannya menegaskan bahwa Pasal 8 UU Pers seharusnya menjamin perlindungan hukum bagi wartawan, namun penjelasannya justru memperluas makna secara ambigu.
Dalam permohonan, IWAKUM juga menyinggung kasus kriminalisasi jurnalis Muhammad Asrul dan Diananta Pramudianto yang dijerat pidana atas karya jurnalistik mereka.
Pemohon menilai hal tersebut menunjukkan ketidakpastian hukum akibat ketidakjelasan Pasal 8 UU Pers.
Pemerintah: Pasal 8 UU Pers Sudah Jelas dan Tidak Multitafsir
Pemerintah melalui Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Fifi Aleyda Yahya, membantah dalil Pemohon. Fifi menegaskan bahwa ketentuan Pasal 8 UU Pers tidaklah multitafsir.
“UU Pers secara nyata telah memberikan jaminan perlindungan hukum bagi wartawan, khususnya dalam menjalankan fungsi, hak, dan kewajibannya. Dengan demikian, Pasal 8 UU Pers tidaklah multitafsir,” ujar Fifi di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo.
Fifi menjelaskan bahwa frasa “perlindungan hukum” dalam Pasal 8 yang disebutkan dalam Penjelasan sebagai “jaminan dari pemerintah dan/atau masyarakat” adalah norma terbuka (open norm).
Norma ini perlu ditafsirkan dalam kerangka hukum positif yang lebih luas, termasuk peraturan sektoral.
Perlindungan Wartawan Bukan Kekebalan Hukum
Pemerintah juga menolak perbandingan perlindungan wartawan dengan imunitas profesi lain seperti advokat atau jaksa.
Fifi menegaskan bahwa karakter profesi wartawan berbeda karena bersifat terbuka dan independen. “Perlindungan hukum bagi wartawan tidak dapat disamakan dengan imunitas profesi lain, karena perlindungan hukum bukan berarti kekebalan hukum,” jelasnya.
Menurut Pemerintah, jaminan perlindungan hukum bagi wartawan sudah diperkuat oleh berbagai instrumen hukum, termasuk Peraturan dan Pedoman Dewan Pers, Keputusan Bersama dengan LPSK, dan Komnas Perempuan.
Terkait kriminalisasi wartawan dengan pasal karet yang disinggung Pemohon, Fifi menyatakan hal itu tidak mempertimbangkan putusan MK sebelumnya.
Mahkamah telah mempertahankan frasa “tanpa hak” dalam KUHP yang dinilai penting untuk melindungi kepentingan hukum yang sah.
(Editor Aro)
#Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi)
#Fifi Aleyda Yahya
#Gugat Pasal 8 UU Pers
#Ikatan Wartawan Hukum (IWAKUM)
#IWAKUM
#Kriminalisasi Wartawan
#MK
#Pasal 8 UU Pers
#Pelindungan Hukum Wartawan



Berita Terkait

Layanan Imigrasi Buka di Mal Pelayanan Publik Trenggalek
Headlines.Selasa, 20 Agustus 2024

Pemenang Pilkada Jombang Tunggu Keputusan MK, Begini Penjelasannya
Headlines.Sabtu, 7 Desember 2024

KPK Periksa 3 Anggota Dewan Terkait Dugaan Korupsi Dana Hibah Jatim
Headlines.Selasa, 29 Oktober 2024

PLN NP Energi Bersih: Kendaraan hingga Pembangkit dengan Hidrogen
Ekbis.Senin, 26 Mei 2025

