siginews-Jombang – Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Daerah yang dikenal sebagai ‘Kota Santri’ ini tercatat masuk dalam 10 besar kasus narkoba secara nasional. Peringkat ini menunjukkan urgensi penanganan masalah narkoba di Jombang yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak.
Data ini diungkapkan oleh Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Sumardi, yang turut aktif menggaungkan pentingnya pencegahan narkoba dengan menggandeng Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Mojokerto untuk menggelar sarasehan bertajuk ‘Penyuluhan Pendidikan Anti Narkoba untuk Mewujudkan Lingkungan Bersih Bebas Narkoba’. Acara ini berlangsung Jumat (30/5) di Jombang.
Di hadapan ratusan warga, politisi Partai Golkar itu menjelaskan secara gamblang betapa krusialnya pendidikan anti narkoba bagi orang tua maupun para remaja, mengingat angka kasus narkoba yang masih mengkhawatirkan di Jombang.
“Narkoba di Kabupaten Jombang ini sudah luar biasa pergerakan dan peredarannya, informasi kemarin itu Kabupaten Jombang masuk urutan ketiga (Jatim), ini cukup tinggi,” ujar Sumardi saat diwawancarai, Jumat.
Pihaknya menggandeng BNNK Mojokerto dan tim ahli hukum untuk memberikan pemaparan kepada masyarakat tentang jeratan pidana hingga pola pencegahan penyalahgunaan narkoba.
“Kita tidak ingin peredaran secara masif ini berdampak terhadap predikat Kota Santri, tapi peredaran narkobanya cukup tinggi, mangkanya kita lakukan sosialisasi dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, BNN dan profesional, ini juga menjadi pencegahan dini, sekaligus edukasi, orang tua, anak-anak,” terangnya.
Rencana kedepan, pihaknya juga akan membentuk kader-kader anti narkoba di tiap masing-masing desa. Tugasnya untuk memberikan edukasi dan sosialisasi secara massif kepada masyarakat desa.
Kader desa anti narkoba disebutnya lebih rasional untuk dijalankan dalam dekat ini, ketimbang membentuk tim BNN di tingkat desa. Sebab, membentuk tim BNN di tingkat desa membutuhkan anggaran yang relatif besar dan hal itu merupakan wewenang dan otoritas BNN.
Sementara untuk kader desa anti narkoba bisa dibentuk berawal dari adanya sarasehan dan kegiatan sosialisasi.
“Pembentukan BNNK struktur di desa atau lapisan masyarakat, itu kembali ke BNN sendiri, karena anggarannya juga tidak sedikit ya, paling tidak kita bisa menciptakan kader-kader anti narkoba, di setiap desa,” jelasnya.
Sebelum membentuk kader anti narkoba, pihaknya melakukan kajian dan pelatihan agar para kader bisa dipastikan memiliki kompetensi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat desa tentang bahaya narkoba.
“Dari palaran tadi juga dijelaskan, masyarakat harus faham dulu, karena kalau menjadi bagian dari gerakan itu ya harus faham dulu terkait dengan narkoba,” tandasnya.
Pantauan kegiatan sarasehan di lokasi, kegiatan bertema edukasi bahaya narkoba ini diikuti sekitar 200 peserta. Narasumber pertama dari Analis Penyuluh Muda BNNK Mojokerto, Arum Palupi dan Narasumber kedua adalah pengamat sekaligus praktisi hukum Tito Prasetyo. Setelah pemaparan kedua narasumber dilanjutkan dialog dengan peserta sarasehan.
(Pray/aaA⁷