siginews-Tulungagung – Upaya mewujudkan rasa syukur, Pesantren Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung menggelar peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada Ahad (17/8/2025) di halaman pesantren.
Sebagai inspektur upacara adalah Kapolres Tulungagung yang diwakili oleh AKP Ryo Pradana lnovantri Elesdela Widiyanto, S.T.K., S.I.K., M.Si. Ia saat ini mendapatkan amanah sebagai
Kasatleskrim Polres Tulungagung. Upacara juga diikuti masyarakat sekitar pesantren sehingga menjadi momentum spiritual untuk meneguhkan kembali peran pesantren sebagai penjaga nilai-nilai kebangsaan dan kedaulatan rakyat.
Upacara HUT RI ke 80 di Pesantren Al Azhaar Kedungwaru juga dihadiri oleh Kanitreskrim Polsek Kedungwaru serta perangkat Desa Kedungwaru. Disamping itu hadir juga veteran, Mbak Lamidi.
Sementara itu di tempat yang sama usai upacara, Pengasuh Pesantren Al Azhaar, KH. Imam Mawardi Ridlwan pada Ahad (17/8/2025) menyampaikan bahwa pesantren sejak awal telah menjadi bagian dari gerakan rakyat dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Kini, di usia ke-80 tahun Indonesia merdeka, pesantren tetap berkhidmah dengan menyiapkan kader bangsa yang tidak larut dalam perebutan kekuasaan, tetapi hadir sebagai pelayan umat dan penjaga moral bangsa.
“Kemerdekaan harus dimulai dengan mengenang jasa para pahlawan. Di pesantren, kami awali dengan kirim doa Al-Fatihah untuk para pejuang. Ini bukan sekadar tradisi, tapi bentuk syukur dan tanggung jawab spiritual,” tutur Abah Imam kepada media siginews.com.
Dalam pandangannya, kekuatan rakyat Indonesia terletak pada persatuan. Di tengah gempuran budaya asing melalui media sosial, rakyat harus tetap bersatu agar tidak kehilangan arah dan jati diri. Kedaulatan rakyat, menurutnya, adalah fondasi utama untuk membangun Indonesia yang makmur dan bermartabat.
Sebagai aktivis dakwah di LD PWNU Jawa Timur, Abah Imam menegaskan pentingnya menumbuhkan ‘hubbul wathon minnal iman’ (cinta tanah air itu perwujudan keimanan) sebagai bagian dari akhlak dan perilaku rakyat.
Ia mengajak masyarakat untuk mengisi kemerdekaan dengan ngaji, dakwah, dan pembebasan dari segala bentuk penindasan.
“Rakyat yang diberi amanah di lingkungan kekuasaan harus membangun sistem yang adil. Jangan sampai pemerintahan menjadi alat penindasan dan perbudakan. Jika itu terjadi, maka kebijakan yang lahir tidak akan berpihak pada rakyat,” tegasnya.
Dalam peringatan kemerdekaan kali ini, Abah Imam juga mengingatkan agar umat merdeka dari hoaks, adu domba, ghibah, dan perpecahan. Ia menyebut media sosial yang dikendalikan asing sebagai ancaman baru yang dapat menindas kesadaran rakyat.
“Problem bangsa saat ini adalah generasi yang mudah termakan hoaks tanpa tabayun. Ini bukan sekadar kesalahan informasi, tapi bentuk penjajahan baru yang harus kita lawan,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Abah Imam menyerukan kepada para pemimpin bangsa untuk berlaku adil dan menjadi teladan. Keteladanan, menurutnya, adalah modal utama untuk mewujudkan kemerdekaan sejati dan menghapus ketidakadilan sosial.
“Rakyat tidak butuh pertikaian antar pemimpin. Mereka butuh tauladan. Jika para tokoh bangsa mampu menjadi teladan, maka keadilan sosial bukan sekadar cita-cita, tapi keniscayaan,” pungkasnya.
(Jrs/Editor Aro)