siginews-Jenewa, Swiss – Teknologi, termasuk IA (Intelligence Augmentation), lahir dari akal dan tangan manusia. Seharusnya, tujuan utamanya adalah memudahkan hidup kita, mendorong kemajuan, dan menciptakan kesejahteraan.
Namun, ironisnya, di tangan sebagian pihak, teknologi justru berpotensi menjadi alat untuk menindas, menghisap, dan mengeksploitasi manusia, menjerumuskan kita ke dalam kesulitan yang lebih dalam.
Fakta ini muncul karena dominasi kapitalisme dan kekuatan negara-negara imperialis (negara dunia pertama) yang kerap memanfaatkan teknologi sebagai instrumen eksploitatif.
Oleh karena itu, pengakuan terhadap hak-hak pekerja di industri platform online menjadi sangat vital. Jika ada negara atau individu yang menentang regulasi industri ini, atau menolak mengakui mereka yang bekerja di dalamnya sebagai pekerja seutuhnya, maka kita patut mempertanyakan motif mereka.
Mereka bukan hanya menghambat kemajuan, tetapi juga menunjukkan mentalitas penjajah, penghisap, dan penindas yang terbelakang.
Maka, keputusan bersejarah di Sidang Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) ke-113 di Jenewa, Swiss, yang menyetujui Konvensi dan Rekomendasi untuk mengakui ojek online (ojol) dan seluruh pekerja di industri platform sebagai pekerja, adalah kemenangan besar bagi buruh dunia.
Ini adalah hasil perjuangan kolektif dari seluruh delegasi “tripartit” — pemerintah, buruh, dan pengusaha — dari berbagai negara. Indonesia, sebagai negara besar, patut berbangga karena telah menjadi rujukan global dalam memperjuangkan nasib pekerja online.
Di tanah air, rekan-rekan ojol telah berjuang lebih dari satu dekade demi pengakuan status pekerja dan payung hukum yang melindungi mereka.
Semangat dari Jenewa ini, yang dengan tegas menyatakan pekerja platform adalah pekerja, harus menjadi momentum krusial bagi Pemerintah Republik Indonesia.
Inilah saatnya untuk segera menerbitkan regulasi yang berlandaskan pada semangat dan keputusan ILO-ILC ke-113, demi menciptakan payung hukum yang kokoh dan perlindungan yang adil bagi seluruh pekerja ojol dan platform.
Mari pastikan teknologi kembali pada esensinya: melayani manusia, bukan memperbudak mereka.
Oleh Rudy HB Dzaman
(Editor Aro)