siginews-Lamongan – Kebijakan Presiden Prabowo menaikkan gaji hakim hingga 280 persen disambut baik oleh Prof. Dr. M. Afif Hasbullah, Guru Besar Hukum Unisda Lamongan. Pengumuman yang disampaikan Presiden saat pengukuhan hakim di MA (12/6/2025) ini dinilai sebagai langkah strategis.
Prof. Afif menyebut kenaikan gaji ini menunjukkan keberpihakan negara pada peradilan sebagai pilar keadilan. Diharapkan, langkah ini akan memperkuat independensi dan profesionalisme hakim, menjaga marwah lembaga peradilan.
“Ini adalah langkah positif dan penting untuk memperkuat dan menjaga martabat hakim di hadapan hukum dan masyarakat.
Kesejahteraan yang layak akan mendorong para hakim untuk lebih fokus pada tugas mulianya tanpa gangguan persoalan ekonomi yang mungkin dihadapi,” ujarnya saat memberikan keterangan di sela kegiatan akademik di Lamongan, Selasa (17/6) dan dikonfirmasi terpisah, Jumat (4/7).
Namun Prof. Afif menegaskan, peningkatan gaji ini tidak boleh dilihat semata sebagai insentif material, melainkan sebagai panggilan untuk meningkatkan kualitas moral dan integritas para hakim.
Ia mendorong agar para hakim benar-benar memanfaatkan momentum ini untuk menjauhi segala bentuk perilaku koruptif, serta menjaga diri dari pelanggaran etika dan moral yang merusak marwah lembaga peradilan.
Sementara, Prof. Dr. M. Afif Hasbullah, Plt. Ketua PW Ikatan Sarjana NU Jawa Timur, melihat ini sebagai peluang emas untuk memperkuat pengawasan hakim dan mendorong sinergi Mahkamah Agung (MA) dengan Komisi Yudisial (KY).
Afif menekankan perlunya sistem pengawasan bersama yang transparan, mengingat ekspektasi publik akan integritas hakim kini makin tinggi. Ia berharap pemerintah tidak hanya memberi kenaikan gaji, tapi juga mendorong MA dan KY untuk terus bersinergi dalam mengawasi dan membina hakim.
Apresiasi juga diberikan kepada masyarakat, media, dan akademisi yang telah berperan dalam mengawal institusi peradilan, demi tumbuhnya kepercayaan publik.
“Gaji yang besar harus menjadi pagar dari godaan, bukan menjadi topeng bagi perilaku menyimpang. Ketika hakim sudah diberi penghormatan oleh negara, maka pelanggaran etika dan suap bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, tapi pengkhianatan terhadap kepercayaan publik,” ujar Prof. Afif.
Ia menegaskan momentum ini untuk menciptakan generasi hakim yang kuat bermoral dan berwibawa.
“Kenaikan gaji hakim, ditambah dengan pengalaman pahit dari deretan kasus suap yang pernah terjadi, adalah panggilan untuk berbenah. Ini momentum membangun generasi hakim yang bukan hanya cerdas secara hukum, tetapi juga kuat secara moral dan berwibawa secara etis. Sebab hanya hakim yang bermartabatlah yang mampu menegakkan keadilan yang sesungguhnya,” tegas Prof. Afif.
(Editor Aro)