siginews-Madiun – Di tengah malam, warga Kradinan, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun ‘menggeruduk’ Polsek Dolopo. Mereka mengalami keresahan dan ketidaknyamanan, dan perbuatan tidak menyenangkan, hingga mengalami penganiayaan yang dilakukan nenek Sinem (60) tetangga dari warga yang mendatangi Polsek Dolopo, Polres Madiun, Polda Jawa Timur.
“Saya sebagai Kepala Dusun, saya banyak menerima keluhan-keluhan warga saya, keresahan dari warga saya, atas perbuatan yang dilakukan Mbah Sinem, yang mana perbuatan Mbah Sinem tidak menyenangkan dan bisa membahayakan warga, juga bisa mempengaruhi kondisi psikis anak-anak di kampung saya,” ujar Titis R, Kepala Dusun di Desa Kradinan, Kecamatan Dolopo, kepada siginews.com, Sabtu (12/7/2025) malam.
Titis menerangkan, banyak warganya yang menyampaikan keluhan-keluhan dan keresahan yang dialaminya akibat perbuatan tidak menyenangkan hingga penganiayaan dan ulah yang dilakukan nenek Sinem.
“Sinem hanya melakukan penyerangan pada warga yang merupakan keluarga dari Suladi Widiyanto (tetangga Sinem), atau warga yang dinilai Sinem akrab dengan Suladi. Hal ini dikarenakan Sinem membenci dan menuduh Suladi Widiyanto melakukan tindakan santet pada keluarga Sinem,” tutur Titis.
Sinem nenek berusia sekitar 60 tahun itu juga warga Titis, serta tetangga para warga yang mengadu dan melaporkan Mbah Sinem ke Polsek Dolopo.
Ia menceritakan banyak aduhan dan keluhan mulai dari guru mengaji di TPA (Taman Pendidikan Al Quran) di masjid kampung. Hingga ada yang punggung warga digosok pakai batu bata.
“Guru TPA itu mengeluhkan kepada saya. Ketika sedang mengajar ngaji di masjid, tiba-tiba Mbah Sinem datang dan teriak-teriak sambil mengumpat kata-kata jorok dan tidak pantas diucapkan di depan anak-anak yang sedang mengaji. Anak-anak yang sedang mengaji pun terganggu dan ada yang ketakutan dengan ulah Mbah Sinem,” ujar Titis.

Keluhan dan laporan juga disampaikan Mesirah. Nenek yang berusia 69 tahun ini juga mengalami perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Mbak Sinem.
Pada Selasa 22 April 2025, sekitar pukul 06.00 Wib pagi, Mbah Mesirah berjalan di jalan desa hendak membeli sarapan nasi pecel. Secara kebetulan, Mbah Sinem naik sepeda dari arah arah barat ke timur. Tiba-tiba tanpa diduga oleh Mbah Mesirah, Mbah Sinem meludahi ke Mbah Mesirah hingga mengenai tangannya. Setelah meludahi, Mbah Sinem menginggalkan begitu saja sambil memaki-maki dengan kata yang seharusnya tidak pantas diucapkan.
“Saya melaporkan ini agar ada perhatian dan tindakan dari kepolisian, supaya Dia (Mbah Sinem) tidak meresahkan warga,” kata Mbah Mesirah, yang turut melapor ke Polsek Dolopo dan didampingi Kepala Dusun Titis.
Kemudian, Sri Windari (50) ikut mendatangi Polsek Dolopo. Dia juga melaporkan kejadian yang menimpanya akibat ulah Mbah Sinem.
Kejadian Sri ini hampir sama dengan kejadian yang dialami pelajar MTs kelas VIII-yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polres Madiun.
“Kejadian yang saya alami itu pada Senin, 10 Februari 2025 sekitar pukul 09.00 Wib pagi,” kata Sri Windari.
Sri menceritakan, pada waktu itu sedang naik sepeda motor membawa kayu bakar. Ketika perjalanan dari hutan menuju ke rumahnya, tiba-tiba di tengah perjalanan dihentikan oleh Mbah Sinem.
“Saya pulang membawa kayu bakar naik sepeda motor. Dari arah barat ada Mbah Sinem membawa sorong (kereta dorong) berisi teletong (kotoran sapi). Tiba-tiba dia menghentikan sorongnya dan mengambil teletong dilempar ke badan saya, sepeda motor saya, lalu dia pergi sambil memaki-maki. Padahal saya tidak salah apa-apa,” tuturnya.

Ia berharap dengan melaporkan kejadian ini, agar pihak kepolisian turun tangan dan melakukan tindakan, agar Mbah Sinem tidak melakukan perbuatan itu lagi ke warga lainnya.
“Saya mohon perlindungan kepada kepolisian, untuk segera menindak Mbah Sinem,” harap Sri Windari.
Ada juga seorang muadzin masjid bernama Sudomo (67) di kampung tersebut. Usai mengumandangkan azdan subuh dan dilanjutkan pujian-pujian, tiba-tiba Mbah Sinem datang ke depan masjid dengan mengumpat kata-kata yang tidak pantas didengarkan.
Beberapa waktu kemudian, Sudomo sedang menderita sakit stroke. Ketika berjemur di pinggir jalan, datanglah Sinem yang akan membuang teletong (kotoran sapi).
Selanjutnya, Mbah Sinem mengambil batu bata dan batu tersebut digosokkan ke punggung Sudomo. Setelah itu, Sinem meninggalkan Sudomo dan mengambil air se ember. Air satu ember diguyurkan ke tubuh Sudomo yang sedang mengalami stroke, sambil berucap ‘Iki bolone, iki bolone. (Ini temannya, ini temannya (Suladi Widiyanto)).
Kemudian di lain hari, lagi-lagi Mbah Sinem melakukan penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan kepada penderita stroke Sudomo.
Saat itu, Sudomo sedang berjemur, Sinem yang akan membuang kotoran sapi ke hutan, langsung berhenti dan menyiramkan kotoran sapi ke punggung muadzin masjid tersebut.
“Saya tidak melakukan perlawanan. Setelah disiram teletong sapi, saya tertatih-tatih berjalan ke kamar mandi masjid untuk membersihkan diri,” tutur Sudomo sambil menambahkan, kejadian penganiayaan yang dialaminya itu terjadi pada 15 Januari 2024 dan 24 Desember 2024.
https://siginews.com/berita/15903/paskibra-mts-di-madiun-dilempari-kotoran-sapi-terancam-dibui/
Kepala Dusun Titis berharap kepada pihak kepolisian agar menindaklanjuti pengaduan dan laporan warga terhadap ulah yang dilakukan Mbah Sinem.
“Tepo Seliro (toleransi) kita pinggirkan dulu. Karena warga sudah lama bersabar, menahan amarah, dan masih tenggang rasa atas perbuatan Mbah Sinem,” katanya.
“Tapi pasca kejadian yang dialami warga saya yang masih anak dibawah umur, yang menjadi korban ulah Mbah Sinem, malah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Sehingga warga lainnya beramai-ramai melaporkan dugaan penganiayaan, dugaan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Mbah Sinem,” tegas Titis.
Sebagai kepala dusun, Titis juga sudah berupaya untuk mendamaikan persoalan yang dialami anak di bawah umur dengan keluarga Sinem.
Namun, ada anak Mbah Sinem yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di rumah salah satu pejabat utama di Polda Papua Barat. Serta anak terakhir Sinem bernama Jayin, yang bersikukuh melaporkan dan meminta ada penetapan tersangka dari anak di bawah umur itu, orang tua anak itu dan kerabatnya anak tersebut.
“Saya bersama perangkat desa sudah berupaya mendamaikan dan saling memaafkan. Saya juga sudah menjelaskan panjang lebar agar menjalin hubungan dengan tetangga yang baik. Awalnya di-iyakan. Tapi, balik lagi, anaknya Mbah Sinem minta tetap diproses hukum dan harus ada yang menjadi tersangka dari anak di bawah umur, orang tuanya anak ini, serta kerabatnya anak ini,” terangnya.
Dengan kejadian cekcok anak dibawah umur dan Mbah Sinem ini, Titis berharap tidak ingin terulang lagi ulah mbah Sinem berdampak dengan orang-orang yang tidak memiliki kesalahan dengan Sinem.
“Kami tidak ingin kejadian yang dialami warga saya yang tidak tahu apa-apa, tidak ada salah apa-apa, ikut dibenci Sinem, dilempari batu, dilempari teletong, diludahi oleh Mbah Sinem,” katanya.
“Kami minta polisi bertindak adil, serta turut serta menciptakan keamanan, ketertiban, ketentraman, kenyamanan warga saya. Jangan sampai terulang lagi kejadian-kejadian yg seperti anak masih dibawah umur jadi korban ulah Mbah Sinem,” jelas Titis.
(jrs)