siginews-Madiun – Kasus dugaan tindak pidana dengan pelaku anak di Madiun menjadi ujian Polres Madiun, salah langkah bisa berakibat fatal yang bisa mencoreng institusi kepolisian, yang hari hari ini lagi banyak disorot.
Kepala Departemen Hukum dan Advokasi, DPW Perkumpulan Indonesia Muda (PIM) Jawa Timur, Alfian R Darmawan mengatakan, terkait kasus pidana yang melibatkan anak di bawah umur, Polres Madiun harus mengedepankan profesionalisme, agar tidak menimbulkan masalah.
“Ini masuk ranah SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak). Polisi wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif,” ujar Alfian kepada siginews.com, Minggu (13/7/2025).
Pada SPPA terdapat beberapa hal yang mesti dipatuhi. Diantaranya, penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
https://siginews.com/berita/15903/paskibra-mts-di-madiun-dilempari-kotoran-sapi-terancam-dibui/
Yakni, Persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum. Selain itu perlu pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
“Yang terpenting, penyidik wajib mengupayakan Diversi,” tegas Alfian.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Narotama, Surabaya ini menerangkan, istilah Diversi jarang diketahui oleh publik. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), salah satu poin terpenting dalam undang-undang ini yakni Penerapan Diversi.
Diversi adalah Pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses perasilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Langkah Diversi bertujuan untuk Mencapai perdamaian antara korban dan Anak, Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
“Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Upaya ini untuk tindak pidana dengan kategori Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan Bukan merupakan pengulangan tindak pidana,” terangnya.
https://siginews.com/berita/15921/pelajar-mts-trauma-gegara-dilempari-kotoran-sapi-dan-terancam-bui/
Terkait prosesnya, kata Alfian, proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional, berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Serta dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
Hal yang wajib diperhatikan dalam proses Diversi adalah Kepentingan korban, Kesejahteraan dan tanggung jawab Anak, Penghindaran stigma negatif, Penghindaran pembalasan, Keharmonisan masyarakat; dan Kepatutan, Kesusilaan, dan Ketertiban umum.

Yang paling penting kata Alfian, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Melakukan Diversi harus mempertimbangkan Kategori tindak pidana, Umur Anak, Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
“Setelah memenuhi syarat itu, setelah tahap penyidikan dimulai proses Diversi paling lambat 7 hari. Polisi atau penyidik, tidak boleh lelah untuk terus mengupayakan Diversi,” jelasnya.
Dari informasi yang dihimpun siginews.com, Polres Madiun belum nampak melakukan proses Diversi. Lantas mengapa?. Apa mungkin ada intervensi dari pihak-pihak tertentu?. Entahlah.
Sebelumnya, pada Kamis (8/5/2025) sekitar pukul 15.30 Wib, pelajar kelas VIII MTs itu disuruh ibunya untuk menggiling padi ke tempat penggilingan.
Ketika hendak melintas di depan rumah nenek Sinem (60), tiba-tiba Sinem mendorong gerobak sorong yang berisikan kotoran sapi ke arah motor yang dikemudikan pelajar ini.
Dia pun berhenti dan meneriakin nenek Sinem ‘Maksudnya apa?’. Namun, Mbah Sinem tiba-tiba melemparkan kotoran sapi hingga mengenai bagian wajah, tubuh dan sepeda motor siswa berusia 15 tahun.
Ketika Sinem merunduk hendak mengambil bebatuan di sekitarnya, anak di bawah umur itu berusaha menghalaunya hingga nenek Sinem tersenggol dan terjatuh ke selokan. Kemudian Sinem mengambil bebatuan dan melempari anak tersebut.
https://siginews.com/berita/15977/mbah-sinem-berulah-polsek-dolopo-madiun-digeruduk-warga/
Pelajar setingkat SMP yang aktif di paskibra dan Pramuka itu pun melarikan diri sambil menggelandang motornya menuju ke rumahnya yang berjarak sekitar 15 meter dari tempat kejadian perkara (TKP).
Siswa yang sekarang ini masuk dibangku kelas IX MTs di wilayah Madiun itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Satreskrim Polres Madiun. Penetapan tersangka itu setelah penyidik Satreskrim Polres Madiun melakukan Gelar Perkara pada 23 Juni 2025. Pasal yang disangkakan adalah Pasal 351 ayat 2.
Sebanyak dua kali, anak di bawah umur itu diperiksa polisi. Pertama, pada 29 Mei 2025. Pemeriksaan kedua pada 23 Juni 2025.
Selang sehari setelah Gelar Perkara, penyidik menetapkan tersangka pada anak di bawah umur itu dengan Pasal 351 ayat 2. Namun, hingga 10 Juli 2025 atau 17 hari berselang, kedua orang tuanya tidak menerima Surat Penetapan Tersangka.
Surat yang diterima dari penyidik yakni, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dari Satreskrim Polres Madiun tertanggal 23 Juni 2025. Dalam surat tersebut diterangkan, terlapor disangkakan Pasal 170 KUHP tentang tindak pidana Pengeroyokan.
Serta satu surat lainnya yakni, surat tanda penerimaan barang bukti berupa satu unit sepeda motor dan satu kaos milik terlapor. Surat Tanda Penerimaan nomor : STP/150/VI/RES.1.6./2025/Satreskrim, tertanggal 26 Juni 2025.
(wsd)