siginews-Jombang – Sebanyak 19 individu yang menganut penghayat kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Jombang telah resmi tercatat dalam sistem administrasi kependudukan negara.
Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk Dispendukcapil Jombang, Mufattichatul Ma’rufah, mengonfirmasi hal ini. Ia menjelaskan bahwa pencatatan ini merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2017.
Putusan tersebut membuka jalan bagi penghayat kepercayaan untuk diakomodasi dalam kolom identitas agama di Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), memastikan hak-hak sipil mereka terpenuhi.
“Ini bagian dari perintah MK yang sudah wajib kami tindak lanjuti. Sekarang di sistem kami memang sudah tersedia pilihan untuk ‘penghayat kepercayaan’ sebagai ganti agama,” ucap Mufattichatul saat ditemui.
Meski belum dilakukan sosialisasi besar-besaran oleh Dispendukcapil, ternyata informasi ini telah menyebar di kalangan komunitas penghayat. Mereka yang selama ini merasa tidak terwakili dalam kolom “agama”, kini punya ruang legal untuk mencantumkan identitas spiritual mereka secara jujur.
“Awalnya belum ada. Tapi sejak tahun 2020 sudah mulai ada yang mendaftar, dan sekarang totalnya menjadi 19 orang,” ungkapnya.
Mereka ini berasal dari berbagai latar belakang kepercayaan, seperti kejawen dan bentuk penghayatan lainnya. Dalam sistem database kependudukan, identitas mereka tetap tercatat secara spesifik, selain 6 agama yang sudah diakui oleh negara. Hal tersebut menunjukkan keragaman yang dihormati oleh konstitusi.
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menjadi dasar perubahan ini adalah Putusan Nomor 97/PUU-XIV/2016. MK menganulir Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (2) dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan, yang sebelumnya membatasi pencatatan identitas bagi mereka yang tidak menganut enam agama resmi negara seperti Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu.
Kini, dengan perubahan tersebut, para penghayat kepercayaan memiliki hak administratif yang setara, tanpa hambatan pencatatan pada KTP maupun KK.
“Tidak ada dampak teknis apa pun, karena sistem aplikasi kami memang sudah dirancang untuk menerima data dari kelompok penghayat kepercayaan,” tegas Mufattichatul.
Langkah ini menjadi simbol kemajuan dalam pelayanan publik sekaligus pengakuan atas hak-hak spiritual minoritas. “Bagi 19 warga Jombang tersebut, ini bukan sekadar urusan administrasi. Ini tentang identitas, keyakinan, dan kejujuran terhadap apa yang mereka yakini dalam hidup,” pungkasnya.
(Pray/Editor Aro)