siginews-Jombang – Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Jombang akhirnya menemui titik terang.
Pemerintah Daerah (Pemda) setempat memutuskan merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2023 yang sempat memicu protes masyarakat.
Kenaikan pajak yang mencapai ribuan persen di beberapa wilayah kini ditanggapi dengan kebijakan baru.
Ketua Fraksi Golkar DPRD Jombang, Andik Basuki Rachmat, menyatakan bahwa revisi ini merupakan respons positif pemerintah terhadap aspirasi warga. Fraksi Golkar sendiri, kata Andik, sudah mendorong agar tarif pajak tidak naik hingga tahun 2026.
“Tanpa revisi, PAD berisiko turun signifikan. Di sisi lain, sistem penilaian (appraisal) yang tidak melibatkan perangkat desa justru memberatkan warga,” ujar Andik dalam keterangan tertulis, Jumat (15/8/2025).
Ia menjelaskan, formulasi baru dalam revisi ini bertujuan menciptakan keseimbangan antara menjaga pendapatan daerah, mencegah beban berlebihan bagi masyarakat, dan menjunjung prinsip keadilan fiskal.
“Kebijakan ini langka karena biasanya revisi perda justru menaikkan tarif. Ini bukti komitmen kami melindungi masyarakat sekaligus menjaga kesehatan fiskal daerah,” tegasnya.
Dampak Kenaikan Pajak yang Signifikan
Sejak penerapan Perda 13/2023, banyak warga, terutama di daerah pinggiran, mengeluhkan kenaikan PBB-P2 yang drastis. Di Kecamatan Mojoagung, misalnya, pajak rumah sederhana naik dari Rp400 ribu menjadi Rp1,35 juta per tahun.
Heri Dwi Cahyono (61), warga Desa Sengon, Kecamatan Jombang, mengaku kaget ketika menerima tagihan pajak untuk dua aset tanah milik keluarganya.
Tanah seluas 1.042 meter persegi beserta rumah 174 meter persegi di Jalan dr. Wahidin Sudiro Husodo, serta sebidang tanah 753 meter persegi di Dusun Ngesong VI, dikenakan kenaikan pajak hingga 1.202 persen.
Lonjakan ini terjadi akibat pembaruan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) oleh konsultan appraisal tanpa melibatkan verifikasi dari perangkat desa.
Apresiasi atas Langkah Revisi
Andik menilai langkah Bupati Warsubi merevisi Perda sebagai sinyal positif bahwa pemerintah daerah mampu mencari solusi inovatif tanpa membebani masyarakat.
“Fraksi Golkar akan mengawal implementasi kebijakan ini agar tetap sejalan dengan tujuannya: melindungi rakyat dan memastikan kemandirian fiskal daerah,” ucapnya.
Ia juga mendorong Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk memantau pelaksanaan kebijakan ini, termasuk memberikan keringanan bagi warga berpenghasilan rendah.
“Bagi Golkar, kepentingan rakyat adalah prioritas utama,” pungkas Andik.
Dengan revisi ini, diharapkan keseimbangan antara kebutuhan fiskal daerah dan perlindungan terhadap masyarakat dapat tercapai.
(Pray/Editor Aro)