siginews

Kajian KPAI Temukan 35,9% Makanan MBG Dalam Kondisi Rusak/Basi

Reporter : Redaksi

Headlines

Rabu, 12 November 2025

Waktu baca 4 menit

Kajian KPAI Temukan 35,9% Makanan MBG Dalam Kondisi Rusak/Basi

Siginews.com-Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meluncurkan hasil kajian survei bertajuk ‘Kajian Suara Anak: Mengedepankan Perspektif Anak dalam Program Makan Bergizi Gratis’

Kajian ini disusun dengan dukungan dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), dan Wahana Visi Indonesia (WVI), serta diluncurkan di Gedung KPAI, Jakarta Pusat, Rabu, (12/11/2025).

Salah satu masukan yang ditemukan oleh peneliti anak dalam kajian ini adalah pentingnya pelibatan bermakna anak dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di lapangan.

“Dalam pelaksanaan program MBG, tim dapur perlu lebih sering mengajak diskusi atau mendengarkan pendapat siswa, supaya programnya sesuai dengan kebutuhan dan selera anak. Selain itu, kualitas makanan yang diberikan juga harus dijaga,” ujar salah satu peneliti anak dampingan WVI tersebut.

Sebelumnya, KPAI telah merilis dokumen rekomendasi kebijakan program makan bergizi gratis dan perlindungan yang merupakan hasil dari kunjungan lapangan ke SPPG dan satuan pendidikan.

“Selama ini, kita lebih sering mendengar perspektif dari orang dewasa mengenai MBG, melalui kajian ini kami ingin mendengar apa yang disuarakan anak,” Ketua KPAI Margaret.

Kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan program MBG.

“Kami berharap peluncuran kajian yang disampaikan hari ini bisa menjadi masukkan bagi perbaikan pelaksanaan program MBG ke depannya,” harapnya.

Sementara, Olivia Herlinda, Chief of Research and Policy CISDI, menjelaskan WVI membuat kajian ini untuk mendorong pelibatan bermakna anak dalam program MBG. Anak bisa membagikan pengalaman dan masukan secara langsung mengenai pelaksanaan MBG.

“Selama ini, kami menilai pelibatan anak masih sangat terbatas sebagai objek dalam program MBG. Tidak seperti praktik di negara lain, anak-anak di Indonesia. belum dilibatkan dalam penentuan menu, edukasi gizi, hingga evaluasi program di sekolah mereka,” kata Olivia Herlinda, Chief of Research and Policy CISDI.

Kajian ini menggunakan pendekatan Child-Led Research (CLR) atau penelitian yang dipimpin oleh anak. Semua proses, mulai dari penyusunan instrumen, pemetaan responden, pengumpulan data melalui diskusi terarah, dan pengolahan data dilakukan oleh peneliti anak.

Dalam hal ini, KPAI, CISDI, dan WVI mendukung studi CLR dengan menyelenggarakan Survei Suara Anak. Formulir survei daring didistribusikan mulai 11 Juli hingga 1 Agustus 2025. Dari 2.241 responden di 12 provinsi, diperoleh 1.624 data responden yang memenuhi kriteria untuk dianalisis.

Mayoritas responden mengapresiasi dimensi sosial-ekonomi dari pelaksanaan MBG. Responden menyampaikan pengalaman mereka setelah mendapatkan MBG, antara lain munculnya kebiasaan makan bersama teman, menghemat uang jajan, dan membantu keluarga yang kurang mampu.

“Temuan awal ini menunjukkan MBG diperlukan di wilayah dengan masyarakat dari kelompok sosial-ekonomi menengah ke bawah,” kata Olivia kembali.

Iklan Wirajatimkso - Potrait

Studi ini juga menemukan 583 responden (35,9%) pernah menerima makanan rusak, basi, atau mentah. Temuan tersebut berkaitan erat dengan maraknya kasus keracunan makanan MBG yang menurut pemantauan CISDI mencapai 12.820 kasus hingga 30 Oktober 2025.

“Kasus keracunan tentu mempengaruhi kesehatan anak. Dalam jangka pendek, anak mengeluhkan gangguan pencernaan, penurunan nafsu makan, hingga diare,” ungkap Olivia

Lanjutnya, “Dalam derajat keparahan tertentu, infeksi bakteri berulang dapat memicu peradangan kronis, hingga kerusakan sel darah merah, yang pemulihannya tidak dapat diselesaikan dalam satu kali perawatan.”

Momen yang sama, Satrio Dwi Raharjo, Child Protection and Participation Manager WVL, menyampaikan dukungannya terhadap kajian tersebut sebagai bentuk komitmen.

“Anak-anak adalah masa depan dan harapan bangsa. Karena itu, kami turut mendukung kajian ini sebagai komitmen untuk memahami kebutuhan anak, termasuk dalam mendapatkan hak dasarnya atas gizi yang cukup guna mendukung pertumbuhannya,” ujarnya.

Ia mengungkapkan WVI juga pernah membuat kajian dengan pendekatan LtC untuk mengukur pengalaman anak dalam mengakses layanan COVID-19.

“Sebelumnya, WVI juga sempat menyelenggarakan kajian dengan menggunakan pendekatan LtC (Listening to the Child/Mendengar Suara Anak) untuk mengukur pengalaman anak mengakses layanan COVID-19 dan sudah menjadi praktik global Wahana Visi Indonesia,” ungkapnya.

Menutup kegiatan, KPAI meminta agar setiap stakeholder yang terkait dengan program MBG mendengarkan suara anak. Kajian ini juga menemukan kasus intimidasi oleh kepala dapur terhadap anak yang merekam dan melaporkan makanan yang tidak layak di sekolah.

“KPAI memandang temuan intimidasi terhadap anak yang melaporkan makan tidak layak sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak untuk menyampaikan pendapat tanpa rasa takut. Pemerintah perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh dan memastikan mekanisme pengawasan yang berpihak pada keselamatan dan martabat anak. Tidak boleh ada pembiaran atas kelalaian yang berpotensi menimbulkan kekerasaan baru,” pungkas Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah.

 

(Editor Aro)

 

#Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI)

#Jasra putra

#Kajian KPAI

#Kasus Keracunan MBG

#KPAI

#MBG

#Olivia Herlinda Chief of Research and Policy CISDI

#Program MBG

#Satrio Dwi Raharjo Child Protection and Participation Manager WVL

#Wahana Visi Indonesia (WVI)

image ads default
Pasang Iklan di Sini
Jangkau ribuan pembaca setia setiap hari. Jadikan iklan Anda pusat perhatian.