Kritik Keras Pegiat HAM: Gelar Pahlawan Soeharto Melukai Korban HAM
Reporter : Redaksi
Jawa Timur
Selasa, 11 November 2025
Waktu baca 3 menit

Siginews.com-Jakarta – Suwardi SH pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) nasional menyayangkan penetapan Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto sebagai pahlawan nasional.
Menurutnya keputusan Presiden Prabowo merupakan langkah yang tidak memiliki empaty terhadap korban pelanggaran HAM di Indonesia.
Apalagi menurut aktivis asal Sumatera Utara ini, penetapan gelar pahlawan kepada Soeharto terjadi menjelang satu bulan peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia yang bertepatan pada 10 Desember 2025.
“Keputusan Presiden Prabowo yang menetapkan almarhum Soeharto (Presiden kedua Republik Indonesia) sebagai Pahlawan Nasional pada hari Pahlawan 10 November 2025 tidak memiliki empaty terhadap korban pelanggaran HAM di Indonesia,” kata aktivis yang akrab disapa Adi, Senin (10/11/2025).
Menurut Adi, dugaan atas berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia tentu menjadi alasan logis bagi korban pelanggaran HAM untuk menyatakan kekecewaan terhadap Presiden Prabowo.
Bahkan pada pemerintahan Jokowi, setidaknya ada 12 kasus yang diumumkan sebagai bentuk pelanggaran HAM dan semuanya terjadi di masa pemerintahan Soeharto.
Harapan dan perjuangan korban atas penuntasan kasus pelanggaran HAM yang dialami korban tentu dihadapkan pada “jurang yang semakin terjal” untuk mendapatkan hak atas keadilan.
“Korban pelanggaran HAM yang setiap hari Kamis dalam aksi “kamisan” sebagai aksi simbolis suara korban di Indonesia sampai dengan saat ini terus menyuarakan berbagai kasus HAM, tidak menjadi satu pertimbangan apapun,” beber Adi.
Begitu juga langkah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai salah satu lembaga negara telah melakukan berbagai upaya penyelidikan dan mengeluarkan rekomendasi pada intinya agar kasus pelanggaran HAM dapat ditangani lebih lanjut dan terhadap para korban diberikan keadilan menjadi “ambyar”.
Aktisi Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesi (IKOHI) ini menilai kebijakan Presiden Prabowo dalam hal ini menafikan lembaga Negara yang diberi mandat untuk kebijakan terkait Hak Asasi Manusia merupakan langkah yang tidak memiliki persepektif sebagai kepala Negara pemangku kewajiban atas HAM.
Soeharto bukan hanya soal simbol rezim yang otoriter, selain dugaan pelaku pelanggaran HAM, rezim orde baru dianggap sebagai simbol praktik suburnya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Bahkan secara serius perlawanan praktik KKN sampai dituangkan dalam TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme sebagai salah satu landasan penting dalam upaya pemberantasan KKN.
“Tentu kebijakan pemberian “predikat” Pahlawan Nasional terhadap penguasa orde baru yang identik dengan hal buruk merupakan langkah blunder Presiden Prabowo,” imbuhnya.
Bila Presiden Prabowo ingin menghilangkan stigma anti HAM dan memiliki perspektif tentang kemanusiaan, langkah yang dapat dilakukan, Pertama ; mengkoreksi, mencabut dan membatalkan gelar terhadap Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Kedua, segera tuntaskan kasus pelanggaran HAM yang terjadi khususnya peristiwa dugaan pelanggaran HAM yang telah direkomendasikan oleh Komnas HAM RI dan berikan pemulihan bagi korban pelanggaran HAM.
“Sepahit apapun kebenaran itu harus diungkap, atau kita akan terus berjalan dalam sejarah palsu,” tandasnya.
Penulis: Suwardi SH
(Editor: Aro)
#Aktivis HAM
#Gelar Pahlawan Nasional
#Kasus HAM
#Korban HAM
#Pegiat HAM
#Pejuang HAM
#Suharto
#Suwardi SH



Berita Terkait

Unesa Kukuhkan 1.553 Wisudawan, 11 Lulusan Terbaik Terima Penghargaan
Jawa Timur.Minggu, 31 Agustus 2025

Iduladha: DLH Jombang Ajak Gunakan Daun untuk Bungkus Daging Kurban
Jawa Timur.Kamis, 5 Juni 2025

Jaga Stok Pangan, Tim Pengendali Inflasi dan Poktan Atur Pola Tanam
Ekbis.Rabu, 25 Desember 2024

Surabaya Rilis SE Nataru 2025: Perketat Pengamanan, Cek Detailnya!
Headlines.Rabu, 17 Desember 2025

