siginews-Jakarta – Dunia pendidikan mengalami perubahan signifikan dengan digantinya Ujian Nasional (UN) menjadi Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Siswa SMA di Surabaya dan seluruh Indonesia akan menghadapi TKA lebih awal, yaitu pada November 2025, sementara siswa SD dan SMP akan melaksanakannya pada Februari 2026.
Hasil TKA ini membuka peluang bagi siswa berprestasi untuk mendaftar melalui jalur khusus dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikdasmen, Toni Toharudin, menjelaskan bahwa materi TKA untuk SD dan SMP terdiri dari Bahasa Indonesia, Matematika, dan dua mata pelajaran pilihan.
“Untuk SD, SMP itu hanya dua mata pelajaran yang diasesmen oleh negara, Bahasa Indonesia, sama Matematika. Kemudian dua mata pelajaran pilihan,” katanya di Jakarta, Senin (3/3/2025).
Tes Kemampuan Akademik (TKA) akan menguji lima mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, serta dua mata pelajaran pilihan.
“Kita ada mata pelajaran yang diasesmen oleh negara, untuk SMA itu 3 mata pelajaran, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan 2 pilihan mata pelajaran, jadi 5 (Mata pelajaran),” demikian informasi dari Kemendikdasmen.
Sementara, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Indonesia Abdul Mu’ti sebelumnya telah memberikan kepastian mengenai waktu pelaksanaan TKA, di mana siswa SMA akan melaksanakannya pada November 2025, dan siswa SD serta SMP pada Februari 2026.
“TKA itu untuk kelas 12 (SMA) itu insya Allah November 2025. Untuk kelas 9 dan kelas 6 itu insya Allah Maret atau Februari 2026,” ujar Menteri Mu’ti di Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa TKA memberikan kesempatan lebih bagi siswa yang ingin mendaftar pendidikan lanjutan melalui jalur prestasi dengan modal nilai individual.
“Jadi dia untuk ikut itu tidak harus. Tapi kalau dia tidak ikut otomatis dia tidak punya nilai individual,” katanya.
Selain itu, Mu’ti juga memahami bahwa ujian seringkali menjadi sumber stres bagi sebagian siswa. Oleh karena itu, TKA hadir sebagai alternatif yang fleksibel.
“Kalau dulu diwajibkan dia stres karena wajib. Ini karena tidak wajib. Ya sudah kalau kira-kira dia stres ya jangan ikut,” ungkapnya.
“Tapi kalau mau dia siap mental dan ingin untuk misalnya melanjutkan ke jenjang di atasnya dan bisa punya peluang untuk belajar yang lebih tinggi lagi ya ikut (TKA),” lanjut dia.
Mu’ti kembali mengutarakan alasan di balik hadirnya TKA sebagai pengganti UN. Ia menjelaskan bahwa TKA bertujuan untuk membekali siswa Indonesia dengan nilai individual yang diakui, sehingga membuka peluang lebih lebar untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi di mancanegara.
Selain itu, TKA juga merupakan jawaban atas kebutuhan perguruan tinggi dalam negeri yang menginginkan data nilai individual siswa untuk mempermudah proses seleksi penerimaan mahasiswa baru.
“Ini juga masukan dari panitia penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi kita. Mereka perlu nilai individual bukan nilai sampling,” ungkap Mu’ti.
Ia menambahkan bahwa TKA nantinya akan menjadi salah satu pertimbangan dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) untuk masuk universitas, serta menjadi indikator dalam seleksi jalur prestasi pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk jenjang SMP dan SMA.
“Sehingga karena itulah kami menyelenggarakan tes kemampuan akademik ini,” jelasnya.
(Editor Aro)