Jombang – Lindungi karya para leluhur, Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang bersama Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Hukum Jawa Timur (Jatim) resmikan berdirinya Klinik Kekayaan Intelektual pada Selasa (21/1/2025).
Seremonial peresmian berdirinya Klinik Kekayaan Intelektual ini dilakukan di Gedung Yusuf Hasyim, tepatnya di Aula H. Bachir Achmad. Agenda yang digelar oleh Kanwil Kementerian Hukum Republik Indonesia Jatim ini bertajuk DJKI (Jelajah Kekayaan Intelektual Indonesia) Goes to Pesantren.
Para rombongan Kanwil Kementerian Hukum serta Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Intelektual (KI), Ir. Razilu tiba sekitar pukul ukul 14.00 WIB. Rombongan Dirjen KI tiba dan diarahkan langsung ke Ndalem Kesepuan untuk transit.
Pukul 14.15, rombongan beranjak menuju Aula H Bachir Achmad lokasi DJKI ‘Goes to Pesantren’ digelar. Lalu di Pukul 14.20 WIB secara seremonial dilakukan penandatanganan perjanjian Kerjasama Ponpes Tebuireng dengan Kanwil Kemenkum Jatim, perihal berdirinya Klinik KI.
Peresmian Klinik Kekayaan Intelektual Pesantren Tebuireng ini juga dilakukan secara simbolis dengan pemotongan untaian bunga melati.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin dalam sambutannya mengatakan jika penting hukumnya untuk melindungi sebuah karya.
“Para kyai di pondok pesantren banyak menghasilkan karya. Sekarang kita harus melindungi hak cipta. Dimana orang dulu tidak mau melakukan. Namun Dengan berkembangnya zaman, dan sekarang kita menjalani degradasi moral akhirnya sering terjadi klaim-klaim,” ucapnya.
Sebab itu, Gus Kikin menyebut jika karya para leluhur Ponpes harus dilindungi agar tidak disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
“Akhirnya mau tidak mau kita terpaksa menjaga, menyatakan, bahkan karya leluhur kita harus terus dijaga. Ini jangan kemudian di klaim, dan disalahgunakan” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jombang ini.
Di pesantren banyak karya intelektual yang belum didaftarkan. Dan adanya klinik ini bisa melindungi kekayaan intelektual. Sehingga jika ada seseorang memiliki karya, jelas karyanya milik siapa sehingga tidak mudah di klaim.
Dengan hadirnya Klinik Kekayaan Intelektual di Ponpes Tebuireng ini, ia berharap bisa memberikan manfaat kepada bagi para santri dan masyarakat umum.
“Mudah-mudahan proses kerjasama ini bermanfaat, menjaga warisan intelektual bagi para leluhur, keluarga di Tebuireng agar tidak disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak berhak,” katanya.
Sementara itu, menurut Kepala Kanwil Kementrian Hukum Jatim, Haris Sukamto, menyebut jika keberadaan klinik Kekayaan Intelektual ini penting untuk membantu semua. Tentunya Dalam rangka menjaga semua olah pikir, karya, kreatifitas.
“Semoga ini bermanfaat bagi kita semua. Tentu kami dari Kanwil, kami akan terus melakukan proses pembinaan lebih lanjut. Ini di Tebuireng produknya sangat luar biasa ada teh, air minum, sampai kopiah, banyak produk yang nantinya akan membawa barokah bagi para santri di Tebuireng,” ungkapnya.
Sedangkan, menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Intelektual, Ir. Razilu yang juga hadir dalam agenda kali ini mengatakan jika berdirinya Klinik Kekayaan Intelektual ini bisa menjadi langkah awal untuk menjaga karya di pesantren.
“Karya dari pesantren itu sangat sedikit. Dan di Jawa Timur, karya yang paling banyak adalah di Tebuireng. Padahal pesantren di Indonesia banyak, namun masih sedikit karya dari pesantren yang karyanya di hak ciptakan. Dan ini pertama kali kami lakukan di Tebuireng,” bebernya.
Ia menjelaskan, jika ada dua jenis aset yang secara umum bisa di hak ciptakan. Aset pertama yang terlihat dan sering menjadi pembahasan adalah aset berwujud.
“Aset berwujud adalah yang memiliki bentuk fisik dan bisa diukur seperti bangun an, sawah, gedung dan yang berbentuk,” imbuhnya.
Sementara itu untuk jenis aset yang kedua ada aset tidak berwujud. Ia mencontohkan, salah satu aset dari tidak berwujud ini diantaranya adalah Kekayaan Intelektual. “Branding, nama, itu asetnya sangat besar. Karena disitu ada banyak value, bukan hanya ekonomi namun aspek nilai lainnya,” tukasnya.
Hari ini, pihaknya memberikan merk terkait nama Ponpes Tebuireng. Ia menjelaskan, walaupun Pesantren Tebuireng sudah lahir 125 tahun yang lalu, namun ternyata belum didaftarkan hak ciptanya.
“Untung segera didaftarkan, dan ini punya nilai yang sangat besar. Sehingga ketika mereka punya cabang, dimana saja akan lebih mudah,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan semua jenis merk bisa didaftarkan ke hak cipta, mulai dari nama, produk dan lainnya. Seperti contoh, Ponpes Sunan Drajat di Lamongan yang mendaftarkan produk garam hasil dari kemandirian pesantren.
“Apa saja, dari hasil karya seni, kreativitas bisa dihasilkan. Seluruh karya intelektual manusia bisa dimintakan hak intelektual,” ungkapnya.
Menanggapi klinik Kekayaan Intelektual yang sudah dibuka di Ponpes Tebuireng, Jombang ini ia menyebut jika ada santri maupun masyarakat yang ingin mendaftarkan karya mereka untuk didaftarkan ke hak intelektual, tidak perlu ke Jakarta.
“Tinggal datang ke klinik ini. Para dosen, buat buku, karya ilmiah, tidak perlu datang ke Jakarta, cukup datang ke klinik ini untuk dibantu mendaftarkan hak intelektualnya. Akan ada petugas 4 orang dari pesantren ini sendiri yang bertugas, karena sudah dilatih,” bebernya. (Pray/Aro)