Jakarta – Target swasembada garam nasional terancam gagal karena kebijakan impor garam tetap berlanjut di tahun 2025. Hal ini menunjukkan adanya kendala materiil yang belum terselesaikan. Kendala ini bisa berupa kurangnya lahan produksi garam yang memadai, teknologi yang belum optimal, atau masalah distribusi.
Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengungkap kuota impor garam industri menurun dari 2,5 juta menjadi 1,7 juta ton pada 2025. Khususnya terkait kebutuhan industri chlor alkali (CAP).
Hal tersebut disampaikan usai Rapat Koordinasi Terbatas Penetapan Neraca Komoditas Pangan 2025 di Graha Mandiri, Jakarta, Senin (9/12/2024).
“Yang industri masih, yang dulu kita impor garam permintaannya hampir 2,5 juta ton. Permintaan 2,5 yang untuk industri CAP, kita kasih 1,7 juta ton. Selebihnya kita minta PT Garam untuk mengolah garamnya agar juga bisa dipergunakan untuk industri,” ungkapnya.
Disisi lain Zulhas menambahkan, pemenuhan kebutuhan garam industri menjadi salah satu fokus pemerintah dalam upaya menggenjot produksi garam dalam negeri.
“Jadi kita akan coba kerja keras selama 2 tahun ini untuk industri pun kita juga akan produksi di sini. Pak Menteri Kelautan, luar biasa,” ujarnya.
Sementara Presiden Prabowo mengatakan menuju swasembada pangan dan energi di tahun 2025, Indonesia tidak akan mengimpor beras, jagung dan garam dalam Rapat Sidang Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Hal tersebut menimbul pertanyaan terkait pernyataan dari kedua pihak. Karena kebijakan impor garam biasanya dilakukan untuk memenuhi kekurangan pasokan dalam negeri, menjaga stabilitas harga, atau memenuhi kebutuhan industri yang memerlukan garam dengan kualitas tertentu. Kebijakan impor yang berkelanjutan menunjukkan bahwa produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan secara keseluruhan. (Aro)