Jakarta – Munaslub (musyawarah nasional luar biasa) Kadin (kamar dagang dan industri) menetapkan Anindya Bakrie dinilai berpotensi melahirkan dualisme jilid 2. Kepengurusan itu boleh berbeda, asalkan beberapa hal terpenuhi.
Pimpinan Munaslub Kadin Indonesia melengserkan Arsjad Rasjid dari jabatan Ketua Umum Kadin Indonesia. Arsjad dilengserkan melalui Munaslub yang digelar di Hotel St Regis, Jakarta Selatan, Sabtu (14/9/2024). Arsjad digantikan oleh Anindya Bakrie yang disebut terpilih secara aklamasi.
Staf Khusus Kadin Indonesia M Mufti Mubarok menilai, hasil Musyawarah Luar Biasa atau Munaslub yang digelar Sabtu 14 September 2024 yang memutuskan Anindya Bakri jadi ketum KADIN Indonesia mengantikan Arsyad Rasyid penuh dengan nuansa politik dan akan menimbulkan perpecahan jilid II.
“Karena Sementara Arsyad Rasyid menyatakan bahwa hasil Munaslub ini tidak sah dan ilegal karena tidak sesuai dan melanggar perubahan AD/ART dalam keputusan presiden No. 18 tahun 2022,” kata Mufti di Jakarta, Sabtu (14/9/2024) malam.
Rivaliatas Arsyad Rasyid dengan Anindya Bakri kata Mufti memang sudah sejak lama terjadi. Apalagi dipicu oleh oleh Pilpres 2024, Arsyad Rasyid adalah Ketua Timses 03 (Ganjar-Mahfud) dan Anindya Bakri di timses 02 (Prabowo-Gibran).
“Karena 02 menang maka peluang Anindya Bakri mulai menguat,” ujarnya.
Mufti menegaskan, bila organisasi pengusaha dibawa ke ranah politik maka berpotensi terjadi perpecahan. Kondisi saat ini akan menambah panjang perpecahan Kadin Indonesia jilid 2.
“Perpecahan di Kadin jilid I juga pernah terjadi,” katanya.
Mufti membeberkan, dualisme Kadin jilid I yakni Kadin yang berkantor di jalan Kuningan dan Kadin berkantor di Jalan Cokroaminoto Menteng.
Kedua Kadin telah berhasil melaksanakan Munas masing masing, Kadin Cokroaminoto melaksanakan Munas lebih awal pada 15 Desember 2020 di Jakarta dengan hasil memilih secara aklamasi Edy Ganefo sebagai ketua umum kembali.
Sementara Kadin Kuningan, baru tanggal 30 Juni 2021 di Kendari Sultra yang lalu dengan terpilihnya secara aklamasi Arsyad Rasyid sebagai ketua umum mengantikan Rossan Roslani.
Mufti menceritakan, sebenarnya perpecahan ini sudah berlangsung sangat lama. Dimulai tahun 2010, beberapa Kadin provinsi dan asosiasi nasional tidak puas dengan Kepengurusan Kadin 2010 yang dipimpin oleh Suryo Bambang Sulisto (SBS). Kepemimpinan SBS, dianggap melanggar Anggaran Dasar Kadin, hingga dilaksanakan Munaslub di Kota Pontianak Tahun 2013.
Meskipun akhir kadin Arsyad Rasyid bisa merima Kadin Eddy Ganefo untuk melebur jadi satu, namun prakteknya belum bisa maksimal di daerah daerah. Apalagi sekarang dengan hasil munaslup yang memenangkan Anindya, maka potensi perpecahan akan terjadi lagi.
Menurut Mufti yang juga Direktur Institute Development and Economic (IDE), sebenarnya Kadin satu atau Kadin dua serta kadin tiga pun tidak ada masalah prakteknya di banyak negara kadin jumlah lebih dari satu dan tidak ada masalah. Asalkan merevisi UU No 1 Tahun 1987 Tentang Kamar Dagang Dan Industri (KADIN).
Undang Undang KADIN ini sudah sangat tua karena sudah 37 tahun, sehingga perlu dilakukan peninjauan, bahkan jika perlu direvisi, mengingat perkembangan dunia perdagangan dan perindustrian baik dalam maupun luar negeri yang sangat pesat.
“Mestinya diperlukan revisi UU No 1/1987 , namum revisi UU perlu waktu yang lama dan melibatkan DPR,” katanya.
Bila Revisi UU terlalu lama maka Peraturan Pemerintah Pengganti UU/PERPU juga perlu dilakukan lebih cepat.
“Guna mengakomodir semua kepentingan terbaik yaitu Masyarakat, Pelaku usaha serta pemerintah,” jelas Mufti. (roi)