Cangkul Lumpur hingga Rosokan Plastik, Akhirnya Berseragam Perawat
Reporter : Redaksi
Jawa Timur
Kamis, 6 November 2025
Waktu baca 3 menit

Siginews.com-Jombang – Di tengah bentangan luas ladang bawang merah (brambang) yang menjadi urat nadi perekonomian Desa Ngumpul, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, terukir kisah keteguhan.
Di sana tumbuh Shinta Dwi Nur Andani, seorang gadis muda kelahiran 31 Desember 2003, yang tekadnya diyakini sekeras tanah subur yang diolah ayahnya.
Shinta kini telah melangkah jauh melampaui batas desanya. Ia tidak hanya dikenal sebagai putri seorang petani, melainkan sebagai seorang mahasiswi keperawatan, sebuah profesi mulia yang jauh berbeda dari cangkul dan lumpur.
Shinta adalah putri dari pasangan Mujianto dan Indah Sukarmi. Ayahnya bekerja sebagai petani brambang yang juga mengumpulkan plastik bekas dari rosokan demi tambahan penghasilan.
Sementara sang ibu kerap menjadi buruh tanam di ladang tetangga. Hidup sederhana tak membuat Shinta kecil kehilangan semangat justru di situlah ia belajar arti perjuangan.
“Kami memang tidak punya apa-apa. Tapi saya tidak mau terus begitu. Saya ingin bisa bantu orang tua,” ucap Shinta saat dikonfirmasi pada Selasa (4/11/2025).
Selepas lulus sekolah, Shinta sempat bekerja di pabrik sepatu PT Sukses Abadi Indonesia. Mimpi kuliah sempat ia kubur dalam-dalam karena keterbatasan biaya. Hingga suatu hari, ibunya berkata kalimat sederhana yang menjadi titik balik hidupnya.
“Daripada kuliah tahun depan, mending kuliah sekarang. Tahun depan belum tentu ada niat. Uang bisa dicari,” kata Shinta, menirukan nasihat ibunya.
Kalimat itu menyalakan kembali tekad yang sempat padam. Ia pun memberanikan diri mendaftar ke Institut Teknologi Sains dan Kesehatan (ITSKes) ICME Jombang, mengambil D3 Keperawatan jurusan yang dulu hanya menjadi impian sang ibu.
Memasuki dunia perkuliahan tak lantas membuat hidupnya lebih mudah. Sebaliknya, tantangan justru datang bertubi-tubi. Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat pembayaran kuliah sering tertunda.
“Saya sempat merasa jadi beban. Akhirnya saya memutuskan harus kerja,” tuturnya.
Sejak itu, liburan bukan lagi waktu bersantai. Shinta memilih mengisinya dengan bekerja. Ia pernah menjadi host live streaming di beberapa platform, mengikuti Diklat Korps Sukarelawan PMI Kabupaten Jombang (dan bahkan meraih Prestasi Terbaik 1 pada tahun 2022), hingga kini bekerja sebagai barista di Hyphen Coffee.
Baginya, tempat kerja bukan sekadar sumber penghasilan, tetapi ruang belajar kehidupan.
“Di Hyphen Coffee, saya ketemu banyak orang baik. Mereka bantu saya tanpa pamrih. Rasanya kayak punya keluarga baru,” ungkapnya.
Shinta terbiasa menjalani hari-hari melelahkan. Seusai praktik malam di rumah sakit hingga pukul setengah delapan pagi, ia tetap bekerja mulai pukul sepuluh tanpa sempat tidur. Namun, lelah tak pernah menghalangi tanggung jawabnya.
“Tujuan saya kuliah. Jadi kerja tetap sampingan, tapi saya harus tanggung jawab dengan keputusan yang saya pilih,” katanya.
Bagi Shinta, mental dan lingkungan menjadi kunci utama untuk bertahan. Ia percaya, tempat yang keras justru melahirkan ketangguhan.
“Cari lingkungan yang bikin berkembang. Lebih baik keras tapi membangun daripada nyaman tapi diam di tempat,” ungkapnya.
Tekanan hidup, menurutnya, bukan untuk dikeluhkan, melainkan dijadikan bahan bakar.
“Kerja itu capek. Tapi kalau tidak punya tujuan, pasti menyerah. Kita harus milih mau capek sekarang, atau lima tahun lagi?,” imbuhnya.
Ia juga menitipkan pesan sederhana kepada anak muda seusianya. “Bertahan bukan berarti lemah. Itu proses kita belajar, mengamati, dan bangkit lebih kuat,” pesannya.
Kini, Shinta tengah menuntaskan pendidikan keperawatannya. Ia terus mengasah diri, baik lewat kegiatan di PMI maupun pekerjaannya sebagai barista. Di matanya, profesi perawat bukan hanya soal kemampuan medis, tetapi juga soal empati dan ketulusan hati.
Kisah Shinta membuktikan bahwa mimpi besar tak mengenal latar belakang. Bahwa dari ladang brambang yang panas dan berdebu, seorang anak petani bisa menjemput masa depan di dunia kesehatan dengan tekad dan kerja keras.
“Uang bisa dicari, tapi tekad harus dijaga,” pungkasnya.
Sebuah narasi inspiratif, menjadikannya simbol nyata dari kegigihan dan aspirasi generasi muda desa dalam memutus rantai keterbatasan ekonomi demi meraih mimpi akademik dan profesional yang tinggi.
(Pray/Editor Aro)
#Kisah Hidup
#Kisah Hidup Anak Petani
#Lifestyle
#Pendidikan
#Perjalanan Hidup



Berita Terkait

Kakanwil Kemenkumham Lantik 16 Kalapas/Karutan di Jawa Timur
Headlines.Senin, 26 Agustus 2024

Jatim Jajaki Investasi dengan Singapura, Ini yang Diminati Singapura
Bisnis.Jumat, 14 November 2025

DPRD Surabaya Desak Anggaran 5% APBD untuk Layanan Transportasi Publik
Ekbis.Rabu, 4 Juni 2025

Jaga Usia Produktif Anda dengan 4 Vitamin dan Mineral Dasar Ini!
Lifestyle.Sabtu, 22 November 2025

