Banyuwangi – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2024 berpotensi hanya calon tunggal versus bumbung kosong. Pasalnya, dua partai besar di Banyuwangi yakni, PDI Perjuangan dan PKB belum menentukan pasangan calon bupati dan wakil bupati melawan petahana, Ipuk Fiestiandani yang berpasangan dengan Mujiono (Sekda Kab Banyuwangi).
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, tidak masalah jika dirinya bersama cawabup Mujiono melawan kotak kosong atau bumbung kosong di Pilkada Banyuwangi tahun 2024 nanti.
“Tidak masalah,” ujar Ipuk usai mendengarkan pidato kenegaraan dalam rangka memperingati HUT ke 79 RI, di Banyuwangi, Jumat (16/08/2024).
Ipuk beralasan kenapa banyak partai yang mengusungnya atau mendukungnya di Pilkada Banyuwangi tahun 2024.
“Daerah ini kan harus dibangun bersama – sama dengan kolaborasi yang kuat,” jelasnya.
Dinamika politik di Kabupaten Banyuwangi masih berjalan dinamis. Dua partai poilitik yang memiliki kursi besar PDI perjuangan dan PKB digadang – gadang bakal menjadi penentu, apakah sistem pemilihan di kabupaten ujung timur pulau jawa ini nantinya melawan bumbung (kotak) kosong atau tidak.
Sedangkan 5 partai politik di Kabupaten Banyuwangi yang memiliki kursi parlemen, sebanyak 5 partai (Nasdem, Demokrat, Golkar, PPP dan Gerindra) dengan total 30 kursi, sudah mengeluarkan surat rekomendasi bakal calon Bupati Banyuwangi terhadap pasangan Ipuk Fiestiandani – Mujiono pada gelaran Pilkada 2024.
Jika PKB yang memiliki 9 kursi dan PDI Perjuangan yang memiliki 11 kursi juga berlabuh kepada pasangan Ipuk Fiestiandani – Mujiono, maka pada saat pemunguntan suara, tanggal 27 November 2024 mendatang bakal calon yang ada akan melawan kotak kosong.
Dalam UU pilkada, telah diatur potensi adanya calon tunggal melawan kotak kosong. Sehingga pada saat pemilihan, nantinya dalam surat suara memuat dua kolom. Yang pertama kolom bergambar paslon dan kolom lainnya kotak kosong atau tidak bergambar.
Calon tunggal dinyatakan menang jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen. Namun calon tunggal dinyatakan kalah, jika perolehan suara sah tidak mencapai lebih dari 50 persen.
Jika calon tunggal kalah, maka yang bersangkutan dapat mencalonkan kembali pada pilkada tahun berikutnya atau pilkada yang sesuai jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang – undangan.