Banyuwangi – Sejumlah petani di Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi menggelar ‘Tradisi Bubak Bumi’ di Dam besar (Karangdoro), Tradisi tersebut merupakan ritual doa bersama menyambut awal musim tanam tersebut, diikuti oleh 275 petani yang tergabung dalam Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) se-Banyuwangi.
Pj. Sekretaris Daerah Banyuwangi Guntur Priambodo saat membuka acara mengatakan, tradisi Bubak Bumi ini dipusatkan di Dam Karangdoro, karena merupakan dam (bendungan) terbesar di Banyuwangi. Dam tersebut mampu mengairi 16.165 hektar sawah di 9 kecamatan di Banyuwangi, yang meliputi kecamatan Tegalsari, Bangorejo, Pesanggaran, Purwoharjo, Muncar , Siliragung, Cluring, Gambiran dan Tegaldlimo.
“Keberadaaan dam tersebut sangat vital, sehingga perlu kita jaga bersama debit airnya maupun kebersihannya,” ujar Guntur.
Dalam ritual tersebut dilakukan prosesi menuangkan dawet ke sungai, sebagai harapan agar air melimpah ruah dan alirannya bisa menyuburkan pertanian. Kemudian para petani bersama-sama menikmati makan tumpeng sejumlah 100 tumpeng sebagai tanda syukur kepada sang pencipta. Selain untuk meningkatkan persaudaraan sesama petani, acara tersebut juga untuk memohon doa agar aktivitas pertanian setempat diberi kelancaran.
Guntur menambahkan, dam yang dulu dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1921 tersebut, sempat terjadi bencana banjir pada tahun 1929 yang menyebabkan kerusakan. Pembangunan kembali dilaksanakan pada tahun 1935 dan diresmikan pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
“Bencana banjir tersebut yang menjadi awal dilakukannya Ritual Bubak Bumi digelar, agar terhindar dari bencana serupa,” tambah Guntur.
Sementara itu Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Riza Al Fahrobi menjelaskan, Dam Karangdoro mampu mengairi baku sawah terbesar di Banyuwangi dan Jawa Timur, dimana luas yang dialiri mencapai 16.165 hektar.
“Dam harus dirawat karena sumber kehidupan petani banyuwangi. Daya pengairannya menyebar luas mengairi 16.165 hektar,” tutup Riza.